Sabtu, 09 April 2011

Kalian Hanya Belajar Sastra Fisika? Tidak!


Dari rmagz.blogspot.com
Adalah status fesbuk seorang mahasiswaku di awal April 2011 yang mengutip pernyataan Bob Sadino, seorang entrepreneur sukses yang dikenali dari celana pendeknya. Dia mengatakan bahwa mereka bilang sekolah penting, saya bilang belajarlah yang penting. Menurutku, kalimat ini memiliki makna yang sangat mendalam untuk mengritik sebuah bangunan bernama sekolah. Sekolah seharusnya menjadi tempat yang basah bagi setiap pembelajar untuk mendapatkan secara holistik seluruh aspek pembelajaran yang meliputi ranah-ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Kalau tidak, sekolah hanyalah memberikan pembelajaran yang diputus oleh waktu dan tidak banyak meninggalkan jejak-jejak nilai berarti di dalam diri setiap pembelajar, yang seharusnya menjadi bekal dan pemandu perilaku dari dan keputusan yang dibuat setiap pembelajar.


Aku jadi teringat saat itu di awal Maret 1998, ketika masa program doktorku yang tiga tahun di School of Engineering sudah tinggal sebulan lagi. Aku kemudian bertanya kepada supervisorku perihal sidang akhir. Dia pun menjawab bahwa aku sudah selesai sekolah doktorku dan boleh pulang ke Bandung awal April ini. Aku lebih lanjut mengatakan bahwa para kolegaku akan tertawa kalau sekarang pulang minus ijazah. Dia kemudian meneruskan bahwa kalau aku ingin brevet doktor maka tetaplah bersama di sini hingga nanti kita putuskan bersama kapan sidang doktor. Dia pun menepati janjinya dan aku menjadi seorang research scientist yang sudah tamat sekolah doktor meski tanpa brevet. Dua tahun kemudian dia mempersilakan aku mempertahankan disertasi doktorku hingga memperoleh predikat D.Eng atau Doctor in Engineering. Tiga tahun bersekolah doktor namun lima tahun belajarnya.

Selama aku menjadi research scientist yang tanpa brevet namun bergaji doktor, banyak sekali hal-hal baru yang aku pelajari. Materi tentang material untuk devais elektronik masa 5-10 tahun ke depan sudah jelas aku harus kaji sebagai tanggung jawab inti pekerjaanku. Aku juga belajar membuat proposal yang memiliki dampak besar, berdiskusi, dan berkomunikasi dengan banyak saintis-enjinir lintas bidang dan berbagai institusi dan perusahaan ternama. Terasa sekali peredaranku di antara mereka dan aku telah menjadi bagian dari mereka yang mengorbit dari barat ke utara. Semua telah menjadi bagian dari pembelajaranku. Siklus pembelajaran telah kujalani dengan baik; tak terkecuali apapun yang baru, mulai dari riset hingga manajemennya, aku mudah mempelajari dan mengikutinya.

“Kenali dan ketahui dulu siklus pembelajaran,” demikian aku meminta para mahasiswaku dalam setiap kesempatan. Ada empat proses yang seharusnya dijalani dalam siklus pembelajaran. Keempat proses tersebut adalah sebagai berikut. Pertama, mengingat informasi, kaidah-kaidah, maupun konsep-konsep baru; proses ini seringkali jenuh dan membosankan. Kedua, mengorganisasikan informasi tersebut, yang seringkali susah namun menarik. Ketiga, menggunakan informasi tersebut dalam membuat analisis, melakukan sintesis, dan memecahkan masalah, yang seringkali sukar tetapi menyenangkan. Proses terakhir, keempat, mengintegrasikan informasi tersebut ke dalam evaluasi, prediksi, dan kesimpulan yang akan dibuat; proses ini seringkali sangat bermanfaat dan memotivasi. Karena keempat proses tersebut membangun satu siklus, maka setelah sampai di proses keempat jangan lupa kembali ke proses pertama. Dengan mempraktekkan berulang-ulang siklus pembelajaran tersebut, kalian dipastikan dapat mengendapkan informasi tersebut di alam bawah sadar.   

Dari ashrinadia.wordpress.com
“Coba ceritakan mengapa seluruh mata kuliahmu di tahun lalu mendapat nilai tak membahagiakan,” aku selalu berharap kepada para mahasiswaku untuk memaparkan latar belakang mengapa mereka berprestasi demikian. Dari penggalianku, aku mendapati bahwa mereka senang dengan fisika tetapi cara belajar mereka yang belum pas dengan siklus pembelajaran tersebut. Hampir semua dari mereka hanya menjalani setengah siklus, yaitu proses mengingat dan mengorganisasikan informasi, kaidah-kaidah, dan konsep-konsep baru. Aku pun menjadi mengerti bagaimana mereka mencintai fisika hingga membaca buku-buku teks terkait mata kuliah tersebut sambil tiduran dan akhirnya meniduri buku teks tersebut. Kecintaan mereka terhadap fisika baru setengah jalan dan hasilnya hanyalah sastra fisika, dengan sub jurusan: sastra fisika matematika, sastra termodinamika, sastra listrik magnet, sastra elektronika, dan sastra sistem instrumentasi.

“Kalian harus melewati setengah siklus berikutnya lagi,” aku kemudian sangat berharap mereka menjalaninya. Di setengah siklus ini, mereka tidak dapat lagi hanya memainkan kepala mereka untuk mengingat dan mengorganisasi informasi, kaidah-kaidah, dan konsep-konsep baru tersebut sambil tiduran. Aku menekankan bahwa mereka harus sudah harus dibantu dengan gerakan tangan mereka serta pensil atau bolpen dan kertas untuk membuat analisis, melakukan sintesis, dan memecahkan masalah yang ada di bagian kumpulan soal dari buku teks tersebut. Metoda brute force ini sangat penting dilakukan berulang-ulang sehingga informasi, kaidah-kaidah, dan konsep-konsep baru tersebut makin merasuk ke pikiran. Setelah dirasa mengendap di dalam pikiran, proses keempat yang lebih tinggi dijalani, yaitu mengintegrasikan informasi, kaidah-kaidah, dan konsep-konsep tersebut ke dalam evaluasi, prediksi, dan kesimpulan yang akan dibuat. Tetap dari kumpulan soal di buku teks tersebut, pilih soal-soal yang cocok untuk proses keempat. Sekali lagi, metoda brute force tangan-pensil-kertas tetap harus dijalankan berulang-ulang untuk membantu otak mengendapkan informasi, kaidah-kaidah, dan konsep-konsep di alam bawah sadar.

Untuk meyakinkan apakah siklus pembelajaran telah dijalani dengan baik, aku meminta mereka jangan lupa untuk kembali ke proses pertama yaitu mengingat informasi. Bila mereka dapat menjawab bahwa informasi tersebut tidak lagi baru, maka ini artinya siklus pembelajaran untuk informasi tersebut selesai. Aku kemudian mengingatkan mereka bahwa masih ada banyak informasi baru lagi yang harus diakuisisi dan siklus pembelajaran tersebut harus dijalani dengan sempurna. Dengan demikian, aku meyakinkan mereka bahwa mereka tidak lagi belajar sastra fisika tetapi fisika seutuhnya. Dalam tahap ini, mereka telah belajar fisika matematika, termodinamika, listrik magnet, elektronika, dan sistem instrumentasi. Tidak hanya kognitif dan psikomotorik yang diperlukan dalam belajar fisika, afektif mereka pun harus diasah, yang meliputi rasa, emosi, sikap, nilai, dan motivasi karena para pembelajar fisika juga manusia. Nilai-nilai mata kuliah-mata kuliah yang telah mereka ambil adalah cerminan dari ketiga ranah pembelajaran tersebut. Meskipun ada pembatas waktu berkuliah di kampus Ganesa, semoga tetap banyak jejak-jejak nilai baik membekas di dalam diri alumninya dan menjadi bekal dan pemandu perilaku dari dan keputusan yang dibuat setiap alumninya di dalam kehidupan mereka selanjutnya di masyarakat.

8 komentar:

  1. Terimakasih inspirasinya Pak... Long life learning, producing, and sharing

    BalasHapus
  2. Terima kasih kembali, semoga bermanfaat bagi semua

    BalasHapus
  3. Pak Rijal , terimakasih untuk ilmunya selama kuliah. Saya harap saya tetap mendapatkan ilmu dari bapak melalui tulisan-tulisan bapak.

    BalasHapus
  4. Alhamdulillah... selama hayat masih dikandung badan, mari terus semai kebaikan.

    BalasHapus
  5. Terima kasih untuk tulisannya. Tulisan bapak sangat "berisi" dan bermakna, penuh motivasi dan sarat inspirasi. Saran pak, tulisan-tulisan bapak yang ado di fb ini dibukukan saja pak. Biar lebih banyak orang yang membacanya...

    BalasHapus
  6. Mohon doanya. Insya Allah suatu saat dibukukan. Tetap semai kebaikan

    BalasHapus
  7. pak, mohon izin sharing ya :)
    Untuk terus menyemai kebaikan.

    BalasHapus