Aku kira tidak satupun dari kita yang tidak mengenal peredam kejutan atau shock-breaker. Tidak hanya ia berada di sepeda motor atau mobil yang kita kendarai atau tumpangi, ia juga bahkan ada di sebagian kereta angin kita yang semakin banyak berlalu lalang di dalam dan sekitar kampus ini. Ia hanya sebatang atau beberapa batang kecil dari keseluruhan sistem pelik kendaraan kita dan ditempatkan di bagian bawah. Akan tetapi, karena ia juga, kita merasa aman dan nyaman berkendara meskipun kendaraan kita terkejut saat melindas lubang-lubang maupun gundukan-gundukan yang sengaja maupun tidak di jalanan.
Dari redrc.net |
Sekarang, aku tidak tertarik mendiskusikan dimensi maupun berat peredam kejutan karena memang tidak ada keistimewaan dibanding dimensi maupun berat seluruh kendaraan; betul-betul tidak signifikan dan malahan mungkin terabaikan. Kalau demikian halnya, maka sebaiknya peredam kejutan dibuang saja. Ternyata tidak demikian, karena tanpa kehadirannya, kendaraan akan terus berosilasi atau berayun-ayun tanpa henti saat terkejut mendapati lubang atau gundukan. Ia sendiri meleburkan dirinya bersama-sama dengan pegas atau per dan bobot seluruh kendaraan membentuk sebuah sistem suspensi yang terus menerus menjamin kenyamanan kita yang berkendara.
“Coba kalian jelaskan bagaimana cara kerja sistem suspensi kendaraan sehingga kalian yang berada di atas kendaraan tidak terus menerus mengangguk-anggukkan kepala kalian saat kendaraan melindas lubang maupun gundukan,” aku beberapa kali meminta kepada para mahasiswaku dalam beragam kuliah. Cukup banyak di antara mereka dapat menerangkan dengan lugas. Mereka mengatakan bahwa ada pegas atau per yang menopang bobot kendaraan. Ketika kendaraan menggilas lubang maupun gundukan, maka ada gaya yang menarik ataupun menekan pegas tersebut sehingga kendaraan berayun-ayun dan orang yang di dalam kendaraan nampak mengangguk-anggukkan kepalanya. Lebih lanjut mereka menjelaskan bahwa ayunan kendaraan maupun anggukan kepala orang tersebut tak akan berhenti kalau tidak ada usaha peredaman yang dilakukan oleh shock-breaker atau peredam kejutan. Akupun berkomentar bahwa dua jempolku untuk kalian semua sambil aku mengacungkan keduanya.
Dari signalysis.com |
“Bagaimana model matematisnya?” aku melanjutkan pertanyaan. Mereka selanjutnya menjawab bahwa sistem suspensi kendaraan terdiri dari massa kendaraan beserta pegas dan peredam kejutan yang menyangganya dan dimodelkan oleh persamaan diferensial biasa orde kedua. Persamaan diferensial tersebut diperoleh dari penerapan hukum kedua Newton pada sistem suspensi tersebut. Hukum kedua Newton menyatakan bahwa gaya sebanding dengan turunan kedua waktu dari simpangan yang dialami massa. Gaya yang bekerja pada massa kendaraan merupakan superposisi dari gaya ayun atau osilasi dari pegas yang sebanding dengan simpangan pegas dan gaya redam dari peredam kejutan yang sebanding dengan turunan pertama waktu dari simpangan tersebut. Kita akhirnya mendapatkan persamaan diferensial orde kedua. Aku juga mengagumi kemampuan analitis kalian semua dalam membuat formulasi matematis dari model fisis tersebut.
Karena itu aku sangat meyakini bahwa kalian sudah mampu memecahkan sistem persamaan diferensial orde kedua tersebut. Kalianpun dapat memilah solusi sistem persamaan diferensial tersebut ke dalam tiga kasus: redaman berlebih (overdamping), redaman kritis (critical damping), dan redaman kurang (underdamping). Di dalam kasus redaman berlebih, gaya redaman jauh lebih besar dibanding gaya ayunan pegasnya sehingga ayunan kendaraan tak pernah dirasakan dan memerlukan waktu yang begitu panjang untuk mengembalikan kendaraan ke posisi semula. Di dalam kasus redaman kurang, hal sebaliknya terjadi sehingga kendaraan terasa terus berayun dan tetap memerlukan waktu yang lama untuk kembali ke posisi semula. Hal yang ideal terjadi untuk kasus redaman kritis yang terletak di antara dua kasus sebelumnya dan kendaraan cepat mencapai posisi semula.
Kita dapat memetik banyak hal dari mempelajari peredam kejutan dan sistem suspensi. Satu hal yang kita dapat petik adalah terkait dengan status kita. Jikalau kita sedang dianugerahi kebesaran dalam wujud apapun layaknya kendaraan, maka jangan bertindak cepat-cepat melepas sesuatu yang kecil dan nampaknya perifer seperti peredam kejutan. Seyogianya kita mempelajari dulu sesuatu yang kecil tersebut jangan-jangan ia sangat berguna dalam menopang kebesaran kita. Kita telah melihat bahwa kebesaran kendaraan tidak berarti apa-apa dalam hal kenyamanan dan keamanan tanpa dukungan dari peredam kejutan. Bukankah kita mengetahui bahwa sesuatu sekecil apapun yang ada di sekitar kita bukanlah sebuah kesia-siaan. Seandainya kita sedang menjalani takdir sebaliknya yaitu kecil seperti peredam kejutan, maka jangan berkecil dan bersedih hati. Carilah peran-peran yang meleburkan diri kita ke dalam bagian lain dari sistem besar untuk melayani lebih baik lagi. Kita dinilai tidak dari ukuran kita, tetapi dari apa yang telah kita usahakan. Biarlah status kita kecil, tetapi yang kita lakukan bersama anasir lain memiliki dampak besar.
tulisan yg menarik. Tapi rasanya dulu jarang banget dpt hal2 yg menghubungkan teori fisika dg fakta yg dekat dg kehidupan sehari2. Rasanya waktu & pikiran sdh habis untuk membuktikan persamaan2 fisika. Jadi dapat nilai A / B tapi tdk terlalu paham nih teori buat apa ya...
BalasHapusAlhamdulillah, karena itulah saya mencoba menuliskan makna-makna lain dari belajar fisika, sebetulnya belajar sains yang lain. Yang akan terus menggunakan fisika selanjutnya hanya sedikit. Terbanyak bekerja di sektor lainnya. Karena itu, "bekas" fisika masih tetap ada dengan memaknainya di dalam bidang kehidupan masing-masing
BalasHapusluar biasa, seandainya banyak rakyat indonesia bisa mengambil hikmah dari kehidupan ini, apa yang terlihat di sekitar mereka. ini pelajaran yang penting profesor.salam kenal dari guru SD di pulau lombok
BalasHapusPak Guru Rusydi... Salam kenal kembali... Mari kita memerhatikan sekitar kita untuk diambil hikmahnya
BalasHapus