Minggu, 17 April 2011

Tidakkah Kita Memerhatikan Shock-breaker?


Aku kira tidak satupun dari kita yang tidak mengenal peredam kejutan atau shock-breaker. Tidak hanya ia berada di sepeda motor atau mobil yang kita kendarai atau tumpangi, ia juga bahkan ada di sebagian kereta angin kita yang semakin banyak berlalu lalang di dalam dan sekitar kampus ini. Ia hanya sebatang atau beberapa batang kecil dari keseluruhan sistem pelik kendaraan kita dan ditempatkan di bagian bawah. Akan tetapi, karena ia juga, kita merasa aman dan nyaman berkendara meskipun kendaraan kita terkejut saat melindas lubang-lubang maupun gundukan-gundukan yang sengaja maupun tidak di jalanan.  

Dari redrc.net
Sekarang, aku tidak tertarik mendiskusikan dimensi maupun berat peredam kejutan karena memang tidak ada keistimewaan dibanding dimensi maupun berat seluruh kendaraan; betul-betul tidak signifikan dan malahan mungkin terabaikan. Kalau demikian halnya, maka sebaiknya peredam kejutan dibuang saja. Ternyata tidak demikian, karena tanpa kehadirannya, kendaraan akan terus berosilasi atau berayun-ayun tanpa henti saat terkejut mendapati lubang atau gundukan. Ia sendiri meleburkan dirinya bersama-sama dengan pegas atau per dan bobot seluruh kendaraan membentuk sebuah sistem suspensi yang terus menerus menjamin kenyamanan kita yang berkendara.

“Coba kalian jelaskan bagaimana cara kerja sistem suspensi kendaraan sehingga kalian yang berada di atas kendaraan tidak terus menerus mengangguk-anggukkan kepala kalian saat kendaraan melindas lubang maupun gundukan,” aku beberapa kali meminta kepada para mahasiswaku dalam beragam kuliah. Cukup banyak di antara mereka dapat menerangkan dengan lugas. Mereka mengatakan bahwa ada pegas atau per yang menopang bobot kendaraan. Ketika kendaraan menggilas lubang maupun gundukan, maka ada gaya yang menarik ataupun menekan pegas tersebut sehingga kendaraan berayun-ayun dan orang yang di dalam kendaraan nampak mengangguk-anggukkan kepalanya. Lebih lanjut mereka menjelaskan bahwa ayunan kendaraan maupun anggukan kepala orang tersebut tak akan berhenti kalau tidak ada usaha peredaman yang dilakukan oleh shock-breaker atau peredam kejutan. Akupun berkomentar bahwa dua jempolku untuk kalian semua sambil aku mengacungkan keduanya.

Dari signalysis.com
“Bagaimana model matematisnya?” aku melanjutkan pertanyaan. Mereka selanjutnya menjawab bahwa sistem suspensi kendaraan terdiri dari massa kendaraan beserta pegas dan peredam kejutan yang menyangganya dan dimodelkan oleh persamaan diferensial biasa orde kedua. Persamaan diferensial tersebut diperoleh dari penerapan hukum kedua Newton pada sistem suspensi tersebut. Hukum kedua Newton menyatakan bahwa gaya sebanding dengan turunan kedua waktu dari simpangan yang dialami massa. Gaya yang bekerja pada massa kendaraan merupakan superposisi dari gaya ayun atau osilasi dari pegas yang sebanding dengan simpangan pegas dan gaya redam dari peredam kejutan yang sebanding dengan turunan pertama waktu dari simpangan tersebut. Kita akhirnya mendapatkan persamaan diferensial orde kedua. Aku juga mengagumi kemampuan analitis kalian semua dalam membuat formulasi matematis dari model fisis tersebut.        

Karena itu aku sangat meyakini bahwa kalian sudah mampu memecahkan sistem persamaan diferensial orde kedua tersebut. Kalianpun dapat memilah solusi sistem persamaan diferensial tersebut ke dalam tiga kasus: redaman berlebih (overdamping), redaman kritis (critical damping), dan redaman kurang (underdamping). Di dalam kasus redaman berlebih, gaya redaman jauh lebih besar dibanding gaya ayunan pegasnya sehingga ayunan kendaraan tak pernah dirasakan dan memerlukan waktu yang begitu panjang untuk mengembalikan kendaraan ke posisi semula. Di dalam kasus redaman kurang, hal sebaliknya terjadi sehingga kendaraan terasa terus berayun dan tetap memerlukan waktu yang lama untuk kembali ke posisi semula. Hal yang ideal terjadi untuk kasus redaman kritis yang terletak di antara dua kasus sebelumnya dan kendaraan cepat mencapai posisi semula.  

Kita dapat memetik banyak hal dari mempelajari peredam kejutan dan sistem suspensi. Satu hal yang kita dapat petik adalah terkait dengan status kita. Jikalau kita sedang dianugerahi kebesaran dalam wujud apapun layaknya kendaraan, maka jangan bertindak cepat-cepat melepas sesuatu yang kecil dan nampaknya perifer seperti peredam kejutan. Seyogianya kita mempelajari dulu sesuatu yang kecil tersebut jangan-jangan ia sangat berguna dalam menopang kebesaran kita. Kita telah melihat bahwa kebesaran kendaraan tidak berarti apa-apa dalam hal kenyamanan dan keamanan tanpa dukungan dari peredam kejutan. Bukankah kita mengetahui bahwa sesuatu sekecil apapun yang ada di sekitar kita bukanlah sebuah kesia-siaan. Seandainya kita sedang menjalani takdir sebaliknya yaitu kecil seperti peredam kejutan, maka jangan berkecil dan bersedih hati. Carilah peran-peran yang meleburkan diri kita ke dalam bagian lain dari sistem besar untuk melayani lebih baik lagi. Kita dinilai tidak dari ukuran kita, tetapi dari apa yang telah kita usahakan. Biarlah status kita kecil, tetapi yang kita lakukan bersama anasir lain memiliki dampak besar.        

Terakhir, bangsa besar ini terus bergonjang-ganjing bagai kendaraan yang memiliki sistem suspensi minus peredam kejutan. Kita juga sudah mengetahui bahwa keadaan tunak dan stabil kendaraan sangat lambat dicapai dan bahkan cenderung tak dapat dicapai bila tiada peredam kejutan. Karena itu, mari kita menjadikan diri kita sebagai elemen peredam dengan memberikan banyak karya yang membangunkan bangsa dan bukan sebaliknya yang menambah keras intensitas gonjang-ganjing. Semakin banyak dan bermakna karya-karya yang membangun tersebut, maka semakin mudah redaman kritis tercapai dan ini berarti bahwa kestabilan bangsa ini akan segera terwujud.

Sabtu, 16 April 2011

Terbiasa Meniti Jalan Mendaki Lagi Sukar

Dalam kehidupan ini, banyak sekali pilihan yang kadangkala bertentangan. Mulai dari pilihan baik dan buruk, mudah dan sukar, hingga pilihan menurun dan mendaki. Di lain kesempatan, pilihan kita antara baik dan mudah dengan buruk dan sukar atau baik dan menurun dengan buruk dan mendaki. Kita harus bisa dan terbiasa mengambil dan menjalani pilihan untuk kehidupan. Andaikan ada dua pilihan: jalan susah lagi mendaki dan jalan mudah lagi menurun, maka tak seorang pun memilih yang pertama. Jalan mudah dan semakin mudah karena menurun yang akan dilalui tentunya.  

“Terpaksa dilewati karena tidak ada jalan lain,” demikian para mahasiswaku menjawab ketika aku menanyakan mengapa kita harus tetap meniti jalan mendaki lagi sukar. Aku lebih lanjut ingin tahu dan bertanya mengapa mereka terpaksa melewatinya. Mereka kemudian menjelaskan bahwa keterpaksaan tersebut dilakukan karena keadaan. Memang, kalau kita membuka Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti terpaksa bukan hanya mau tidak mau harus atau tidak boleh tidak namun juga termasuk seperti penjelasan mereka. Mereka menerangkan lebih lanjut bahwa yang dimaksud dengan keterpaksaan di sini adalah suatu perbuatan yang dilakukan karena ingin memperoleh hasil atau mencapai tujuan atau cita-cita.

“Hingga semester enam ini, adakah kalian memerhatikan topik-topik kuliah yang kalian telah dapatkan berkaitan dengan keterpaksaan untuk mencapai tujuan atau hasil?” aku mengajukan pertanyaan berikutnya. Merekapun terdiam namun nampaknya sedang memikirkan dan mengorganisasikan topik-topik tersebut. Satu per satu mereka menyebutkan, mulai dari topik tentang hubungan antara keluaran dan masukan dari suatu piranti elektronik yang dikenal sebagai penguatan. Kemudian, tentang integral kontur dalam bidang kompleks untuk mengevaluasi integral definit dalam bidang real.

Dari control.ee.ethz.ch
“Tentang tapis atau filter dan yang pasif saja untuk kemudahan,” salah seorang dari mereka memulai penjelasan tentang keterpaksaan untuk mencapai tujuan. Diapun melukiskan bahwa tapis pasif biasanya hanya terdiri dari komponen listrik pasif resistor dan kapasitor atau induktor. Di dalam ranah waktu (time domain) nilai kapasitansi dari kapasitor hanyalah konstanta saja. Hubungan keluaran dan masukan, yang dikenal dengan penguatan atau gain, juga konstanta saja di dalam ranah waktu. Kalau kita ingin mengetahui bagaimana penguatan dalam ranah frekuensi (frequency domain), maka pertanyaannya adalah apa yang harus kita lakukan. Dia kemudian melanjutkan bahwa kita terpaksa harus menggunakan representasi kapasitansi kompleks yang menggunakan bilangan kompleks. Penguatan pun dalam bentuk bilangan kompleks atau dikenal sebagai tanggap frekuensi (frequency response) yang memberikan penguatan dalam ranah frekuensi atau tanggap magnitudo dan sekaligus pergeseran fasa yang dialami keluaran atau tanggap fasanya. Akupun mengomentari bahwa tujuan memperoleh penguatan dalam ranah frekuensi tercapai dengan atau karena terpaksa menggunakan representasi kompleks yang lebih sukar.

Dari en.wikibooks.org
“Mengevaluasi integral definit real menggunakan integral kontur di dalam bidang kompleks,” sambung yang lain memberikan sebuah contoh lagi. Dia menjelaskan bahwa ada integral definit di dalam bidang real yang kalau dievaluasi langsung tidak akan memberikan hasil. Kalau ingin mendapatkan hasilnya, kita terpaksa harus pindah ke dalam bidang kompleks dan fungsi real yang akan diintegralkan ditransformasikan menjadi fungsi kompleks. Kita kemudian mengevaluasi kutub-kutub (poles) dari fungsi kompleks tersebut dan menempatkan kutub-kutub tersebut di dalam kontur.  Dia kemudian meneruskan bahwa kita harus mengevaluasi residu-residu dari kutub-kutub tersebut dan selanjutnya menerapkan teorema residu. Hasil integral definit real pun diperoleh. Akupun menambahkan bahwa tujuan mendapatkan hasil integrasi definit real diperoleh dengan atau terpaksa menerapkan representasi kompleks yang lebih tinggi.  

Aku sungguh membanggakan kalian semua karena kalian telah belajar sungguh-sungguh untuk mengetahui berbagai jalan sukar dan menerapkannya untuk mencapai hasil. Meskipun terlihat seolah-olah aku mengajarkan kepada kalian bahwa hasil menjadi tujuan, akan tetapi kalian sudah merasakan sendiri bagaimana proses yang mendaki lagi sukar harus dijalani. Kalian berulang kali melatih diri sendiri melakukan proses tersebut dan terus menitinya meskipun kadangkala tertatih-tatih untuk mencapai hasil yang diinginkan; hasil hanya diperoleh karena proses telah dijalani. Kalian sekarang telah terbiasa meniti jalan mendaki lagi sukar tersebut hanya untuk memperoleh hasil tertinggi yang diinginkan atau mencapai tujuan puncak yang dicita-citakan.   
 
Karena itu, kalian tetaplah terus menerapkan kebiasaan meniti jalan yang mendaki lagi sukar tersebut di tempat manapun dan waktu kapanpun sampai akhir hayat nanti. Bangsa Indonesia memerlukan kebiasaan kalian tersebut untuk mencari jalan keluar bagi pembebasan diri mereka yang tengah dikungkung beragam masalah. Jangan biarkan mereka mati langkah hanya karena tidak tahu atau tidak terbiasa meniti jalan tersebut yang mengakibatkan mereka tetap terbelenggu oleh masalah-masalah. Mari ajari mereka dan tularkan kepada mereka kebiasaan meniti jalan tersebut agar semakin banyak orang Indonesia yang menjadi pemberi solusi dan pembebas masalah. Hasil gemilang yang menanti di puncak sana hanya bisa diraih dengan meniti jalan tersebut, yang mendaki lagi sukar. Percayalah.

Sabtu, 09 April 2011

Tetaplah di Kiri dan Masuklah Belakangan


Rumah bertangga merupakan salah satu warisan budaya kita. Mulai dari Rumoh Aceh di paling barat Indonesia, Rumah Joglo di Jawa, dan Rumah Banjar di Kalimantan. Kemudian, ada Rumah Tongkonan di Sulawesi, Rumah Baileo di Maluku, dan Rumah Pohon di paling timur Indonesia. Semua rumah ini memiliki anak tangga, seberapapun jumlahnya. Melalui anak-anak tangga itulah, seluruh penghuni turun ke halaman maupun naik ke rumah. Dengan anak-anak tangga itu juga, semua tamu berkunjung masuk dan keluar rumah.

Di bangunan-bangunan yang termasuk kawasan konservasi di dalam kampus kita, seperti Aula Barat maupun Aula Timur, memang tidak ada tangga karena semua bangunan tersebut tidak bertingkat. Namun, di kawasan modernnya seperti Gedung Kuliah Umum (GKU) Lama dan GKU Baru, tangga adalah suatu keharusan untuk mencapai lantai dua dan lantai tiga. Di beberapa gedung pun, seperti Labtek VII dan VIII,  juga disediakan lift atau elevator untuk lebih memudahkan mengangkut-naik-turunkan kita. Dengan jumlah orang yang cukup banyak berikut kesibukannya masing-masing, penggunaan tangga maupun lift atau elevator menjadi wajib. 

Dari misisitukangtulis.blogspot.com
“Menurut kalian, adakah tata krama dan sopan santun yang berkaitan dengan tangga?” aku bertanya di sela-sela perkuliahanku. Mereka sontak menjawab bahwa tata krama dan sopan santun itu ada. Satu per satu mereka menyebutkan bahwa tangga adalah jalan akses turun-naik orang-orang yang beraktivitas di lantai bawah dan lantai lebih tinggi dan karena itu tidak boleh ada orang yang duduk di anak tangga karena akan mengganggu. Yang lain mengatakan bahwa tidak boleh ada sampah yang terserak di sepanjang tangga dan karena itu sampah apapun tidak boleh dibuang sembarangan di tangga. Ada lagi yang menegaskan bahwa tidak boleh meludah di mana pun di sepanjang tangga apalagi permen karet yang selesai dikunyah. Khusus untuk permen karet, selesai dikunyah, diletakkan kembali di bungkusnya dan baru dibuang ke tempat sampah. 

“Bagaimana dengan mobilitas pergerakan di sepanjang tangga?” aku bertanya lebih lanjut untuk mengorek pengetahuan mereka. Merekapun menjelaskan bahwa orang-orang yang menaiki anak-anak tangga tetap berjalan di sebelah kiri seperti kendaraan berlalu lintas di jalan raya. Begitu juga dengan orang-orang yang menuruninya. Lebih lanjut mereka menambahkan bahwa untuk tangga yang cukup lebar sehingga memungkinkan orang-orang yang berjalan lebih cepat untuk mendahului dengan cara menyalip dari kanan orang-orang yang berjalan di sebelah kirinya. Yang perlu diperhatikan adalah kemungkinan berpapasan antara orang berjalan cepat yang naik dan turun; menurut mereka, yang utama adalah yang turun seperti turun dari kendaraan umum. Karena itu, menurut mereka, dahulukan orang-orang berjalan cepat yang turun baru kemudian yang berjalan cepat naik. 

Dari ltfexperts.com
“Kalau demikian, ada juga tata krama dan sopan santun yang berkaitan dengan lift atau elevator,” aku menegaskan sambil ingin mengetahui reaksi mereka. Merekapun sontak menjawab bahwa tata krama dan sopan santun tetap ada di lift atau elevator. Pertama, mereka menjelaskan bahwa lift adalah alat bantu bantu akses turun-naik orang-orang yang beraktivitas di lantai bawah dan lantai lebih tinggi. Tata krama yang pertama adalah mempersilakan orang-orang yang berada di dalam lift keluar terlebih dahulu, baru kemudian orang-orang masuk dan yang masuk pertama kali berada di dekat dinding. Mereka pun melanjutkan penjelasan bahwa orang terdekat dengan tombol nomor lantai menawarkan kepada yang lain tombol lantai berapa yang akan ditekan. Kalau belum ada tawaran, maka orang yang jauh dari tombol memohon dengan nada sopan untuk menekan tombol yang diinginkan. Selanjutnya, kata mereka, sama seperti di tangga, lantai lift harus bebas ludah dan permen karet tidak ada yang menempel di dinding maupun lantai lift. Akhirnya, bila lift over capacity yang ditunjukkan dengan suara maupun lampu peringatan, maka berbesar hatilah orang yang masuk terakhir untuk keluar kembali, demikian mereka menutup penjelasan.

Kalian semua benar-benar hebat mengetahui semua tata krama atau sopan santun di tangga maupun lift. Namun demikian, mengapa masih ada dan cukup banyak terlihat sebagian dari kalian yang duduk di anak tangga sehingga menghalangi orang berlalu lalang. Ada juga sebagian dari kalian yang berjalan satu baris menutupi satu anak tangga sehingga orang lain yang berjalan cepat atau orang yang berjalan berlawanan terhalang melintas. Kemudian, ada juga sebagian dari kalian yang memasuki lift sebelum seluruh orang yang akan keluar selesai.

Karena itu, yang kita perlukan sekarang adalah pembiasaan pengetahuan kita semua ke dalam tataran praktis. Mari kita ciptakan harmoni antara teori dan pengetahuan dengan praktek dan perilaku keseharian agar kita tidak ikut menambahkan kerusakan baru akibat disharmoni pengetahuan-perilaku. Dengan harmoni tersebut, maka kita tidak lagi melalaikan kewajiban kita menghormati orang lain dengan tingkah laku santun kita. Kita juga tidak lagi merampas hak orang lain yang seharusnya kita penuhi dengan tingkah laku santun kita juga.   

Kalian Hanya Belajar Sastra Fisika? Tidak!


Dari rmagz.blogspot.com
Adalah status fesbuk seorang mahasiswaku di awal April 2011 yang mengutip pernyataan Bob Sadino, seorang entrepreneur sukses yang dikenali dari celana pendeknya. Dia mengatakan bahwa mereka bilang sekolah penting, saya bilang belajarlah yang penting. Menurutku, kalimat ini memiliki makna yang sangat mendalam untuk mengritik sebuah bangunan bernama sekolah. Sekolah seharusnya menjadi tempat yang basah bagi setiap pembelajar untuk mendapatkan secara holistik seluruh aspek pembelajaran yang meliputi ranah-ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Kalau tidak, sekolah hanyalah memberikan pembelajaran yang diputus oleh waktu dan tidak banyak meninggalkan jejak-jejak nilai berarti di dalam diri setiap pembelajar, yang seharusnya menjadi bekal dan pemandu perilaku dari dan keputusan yang dibuat setiap pembelajar.


Aku jadi teringat saat itu di awal Maret 1998, ketika masa program doktorku yang tiga tahun di School of Engineering sudah tinggal sebulan lagi. Aku kemudian bertanya kepada supervisorku perihal sidang akhir. Dia pun menjawab bahwa aku sudah selesai sekolah doktorku dan boleh pulang ke Bandung awal April ini. Aku lebih lanjut mengatakan bahwa para kolegaku akan tertawa kalau sekarang pulang minus ijazah. Dia kemudian meneruskan bahwa kalau aku ingin brevet doktor maka tetaplah bersama di sini hingga nanti kita putuskan bersama kapan sidang doktor. Dia pun menepati janjinya dan aku menjadi seorang research scientist yang sudah tamat sekolah doktor meski tanpa brevet. Dua tahun kemudian dia mempersilakan aku mempertahankan disertasi doktorku hingga memperoleh predikat D.Eng atau Doctor in Engineering. Tiga tahun bersekolah doktor namun lima tahun belajarnya.

Selama aku menjadi research scientist yang tanpa brevet namun bergaji doktor, banyak sekali hal-hal baru yang aku pelajari. Materi tentang material untuk devais elektronik masa 5-10 tahun ke depan sudah jelas aku harus kaji sebagai tanggung jawab inti pekerjaanku. Aku juga belajar membuat proposal yang memiliki dampak besar, berdiskusi, dan berkomunikasi dengan banyak saintis-enjinir lintas bidang dan berbagai institusi dan perusahaan ternama. Terasa sekali peredaranku di antara mereka dan aku telah menjadi bagian dari mereka yang mengorbit dari barat ke utara. Semua telah menjadi bagian dari pembelajaranku. Siklus pembelajaran telah kujalani dengan baik; tak terkecuali apapun yang baru, mulai dari riset hingga manajemennya, aku mudah mempelajari dan mengikutinya.

“Kenali dan ketahui dulu siklus pembelajaran,” demikian aku meminta para mahasiswaku dalam setiap kesempatan. Ada empat proses yang seharusnya dijalani dalam siklus pembelajaran. Keempat proses tersebut adalah sebagai berikut. Pertama, mengingat informasi, kaidah-kaidah, maupun konsep-konsep baru; proses ini seringkali jenuh dan membosankan. Kedua, mengorganisasikan informasi tersebut, yang seringkali susah namun menarik. Ketiga, menggunakan informasi tersebut dalam membuat analisis, melakukan sintesis, dan memecahkan masalah, yang seringkali sukar tetapi menyenangkan. Proses terakhir, keempat, mengintegrasikan informasi tersebut ke dalam evaluasi, prediksi, dan kesimpulan yang akan dibuat; proses ini seringkali sangat bermanfaat dan memotivasi. Karena keempat proses tersebut membangun satu siklus, maka setelah sampai di proses keempat jangan lupa kembali ke proses pertama. Dengan mempraktekkan berulang-ulang siklus pembelajaran tersebut, kalian dipastikan dapat mengendapkan informasi tersebut di alam bawah sadar.   

Dari ashrinadia.wordpress.com
“Coba ceritakan mengapa seluruh mata kuliahmu di tahun lalu mendapat nilai tak membahagiakan,” aku selalu berharap kepada para mahasiswaku untuk memaparkan latar belakang mengapa mereka berprestasi demikian. Dari penggalianku, aku mendapati bahwa mereka senang dengan fisika tetapi cara belajar mereka yang belum pas dengan siklus pembelajaran tersebut. Hampir semua dari mereka hanya menjalani setengah siklus, yaitu proses mengingat dan mengorganisasikan informasi, kaidah-kaidah, dan konsep-konsep baru. Aku pun menjadi mengerti bagaimana mereka mencintai fisika hingga membaca buku-buku teks terkait mata kuliah tersebut sambil tiduran dan akhirnya meniduri buku teks tersebut. Kecintaan mereka terhadap fisika baru setengah jalan dan hasilnya hanyalah sastra fisika, dengan sub jurusan: sastra fisika matematika, sastra termodinamika, sastra listrik magnet, sastra elektronika, dan sastra sistem instrumentasi.

“Kalian harus melewati setengah siklus berikutnya lagi,” aku kemudian sangat berharap mereka menjalaninya. Di setengah siklus ini, mereka tidak dapat lagi hanya memainkan kepala mereka untuk mengingat dan mengorganisasi informasi, kaidah-kaidah, dan konsep-konsep baru tersebut sambil tiduran. Aku menekankan bahwa mereka harus sudah harus dibantu dengan gerakan tangan mereka serta pensil atau bolpen dan kertas untuk membuat analisis, melakukan sintesis, dan memecahkan masalah yang ada di bagian kumpulan soal dari buku teks tersebut. Metoda brute force ini sangat penting dilakukan berulang-ulang sehingga informasi, kaidah-kaidah, dan konsep-konsep baru tersebut makin merasuk ke pikiran. Setelah dirasa mengendap di dalam pikiran, proses keempat yang lebih tinggi dijalani, yaitu mengintegrasikan informasi, kaidah-kaidah, dan konsep-konsep tersebut ke dalam evaluasi, prediksi, dan kesimpulan yang akan dibuat. Tetap dari kumpulan soal di buku teks tersebut, pilih soal-soal yang cocok untuk proses keempat. Sekali lagi, metoda brute force tangan-pensil-kertas tetap harus dijalankan berulang-ulang untuk membantu otak mengendapkan informasi, kaidah-kaidah, dan konsep-konsep di alam bawah sadar.

Untuk meyakinkan apakah siklus pembelajaran telah dijalani dengan baik, aku meminta mereka jangan lupa untuk kembali ke proses pertama yaitu mengingat informasi. Bila mereka dapat menjawab bahwa informasi tersebut tidak lagi baru, maka ini artinya siklus pembelajaran untuk informasi tersebut selesai. Aku kemudian mengingatkan mereka bahwa masih ada banyak informasi baru lagi yang harus diakuisisi dan siklus pembelajaran tersebut harus dijalani dengan sempurna. Dengan demikian, aku meyakinkan mereka bahwa mereka tidak lagi belajar sastra fisika tetapi fisika seutuhnya. Dalam tahap ini, mereka telah belajar fisika matematika, termodinamika, listrik magnet, elektronika, dan sistem instrumentasi. Tidak hanya kognitif dan psikomotorik yang diperlukan dalam belajar fisika, afektif mereka pun harus diasah, yang meliputi rasa, emosi, sikap, nilai, dan motivasi karena para pembelajar fisika juga manusia. Nilai-nilai mata kuliah-mata kuliah yang telah mereka ambil adalah cerminan dari ketiga ranah pembelajaran tersebut. Meskipun ada pembatas waktu berkuliah di kampus Ganesa, semoga tetap banyak jejak-jejak nilai baik membekas di dalam diri alumninya dan menjadi bekal dan pemandu perilaku dari dan keputusan yang dibuat setiap alumninya di dalam kehidupan mereka selanjutnya di masyarakat.

Sabtu, 02 April 2011

Meskipun Prestasi Akademisku Bukanlah Sisir Dirac


Aku kira, tiada seorangpun dari para mahasiswa tidak menginginkan transkrip mereka berisi straight A. Seluruh mata kuliah yang berjumlah puluhan itu bernilai A semua; prestasi paling ideal yang diidamkan mahasiswa. Kalau dilukiskan dalam diagram batang, sumbu datar adalah seluruh mata kuliah, yang memberikan sejarah perjalanan akademis seorang mahasiswa. Bagian sumbu tegaknya adalah nilai yang diperoleh untuk setiap mata kuliah tersebut. Sebuah transkrip berisi straight A serupa dengan sebuah Sisir Dirac, keadaan paling ideal. Akankah seluruh mahasiswa mencapainya?

Di banyak program studi dari berbagai fakultas maupun sekolah, menurutku, ada sekelompok mahasiswa yang merasa tersisihkan. Sebelumnya, hingga SMA di kampung sana, mereka adalah bintang pelajar di sekolahnya dan bahkan siswa teladan di tingkat kota maupun propinsi. Dapat dikatakan semua siswa satu sekolah bahkan populasi sekota memberi respect kepada mereka. Diterima berkuliah di ITB adalah suatu anugerah yang tiada terkira. Bahkan ada di antara mereka diantar tetangga sekampung dengan diiringi air mata dan doa penuh harap.

Sebagian lain dari yang merasa tersisihkan tersebut memiliki prestasi akademik biasa-biasa saja ketika SMA. Rangking akademis mereka tidak masuk dalam hitungan seluruh jari dua tangan. Karena tidak memiliki keistimewaan akademis, mereka hanya dikenal oleh teman sepermainan dan sekelas saja. Lulus ujian masuk ke ITB pun bagian dari sebuah miracle dalam kehidupannya. Yang mengantar hanyalah orang tua dan mungkin saudara kandung saja, namun tetap dengan iringan doa penuh asa. 

“Fisika, Kimia, dan Matematika ini mah hanya mata pelajaran di SMA kelas 4,” demikian banyak teman-teman mereka di TPB berkometar. Aku mencoba menangkap maksudnya yaitu bahwa ketiga mata kuliah tersebut hanyalah pengulangan dari mata pelajaran yang sama di SMA ditambah sedikit pengayaan. Tidak demikian dengan mereka; semua mata kuliah tersebut menjadi baru dan berbeda sama sekali dengan semua mata pelajaran yang mereka telah peroleh sebelumnya. Sudah bisa ditebak hasilnya, nilai telur, paku, atau leher angsa menjadi lazim atas kinerja kerja keras mereka. Nilai 6 dari 10 sudah merupakan sebuah kemewahan. Bebas TPB setelah melewati setahun pertama adalah cita-cita tertinggi mereka saat itu meski pun seluruh nilai hanyalah sebuah rantai karbon atau C semua.

Dari noqtr.com
“Kuliah di semester 3 dan 4, dan nampaknya juga di semester 5 dan 6, tak jauh dari nilai C seperti di tingkat TPB,” demikian mereka mengesahkan keadaan mereka saat memasuki semester 5. Aku pun menimpali bahwa berarti ada juga mata kuliah yang bernilai BC, B, bahkan AB dan A di semester 3 dan 4. Mereka pun menjawab bahwa mayoritas di BC dan B serta sedikit di AB dan A. Aku pun balas berkomentar bahwa ungkapan syukur harus tetap dipanjatkan kepadaNya atas apapun hasil yang mereka telah dapatkan dengan usaha-usaha yang telah mereka lakukan. Aku juga melanjutkan bahwa semester 5 baru akan dijalani. Karena itu berniat dan berusahalah untuk hidup mulia dengan bekerja keras dengan sebaik-baiknya menjalani semester ini dan semester-semester sisa.

Dari ileadchildrenshealth.com
“Ya pak, saya ingin hidup mulia tapi bagaimana caranya?” dia bertanya ragu. Aku balik bertanya apakah dia pernah berniat memperoleh nilai A malahan hanya B saja dengan cara apapun. Cara-cara baik dan wajar tentulah yang aku dan banyak orang harapkan. Bukan cara-cara seperti menyontek dari teman-teman dan membuka catatan yang sudah dipersiapkan dan disisipkan di antara lembar-lembar kertas ujian atau di balik pakaian atau di wc. Jika kamu tidak pernah berniat apalagi melakukan ini, maka artinya kamu berusaha hidup mulia. Nilai A apalagi B yang diperolah dari menyontek tidak akan pernah menghadirkan kemuliaan kepada dirimu karena kemuliaan itu sendiri berarti ketinggian martabat. Ketinggian martabat hanya diperoleh dengan cara-cara yang baik dan wajar seperti belajar keras meskipun hanya menghasilkan nilai C.

Boleh jadi, belajar keras tetap menghasilkan nilai E atau tidak lulus. Ini karena belajar keras hanyalah salah satu usaha untuk menghasilkan nilai baik. Usaha lain adalah menjaga fisik tetap sehat dan bugar. Yang lainnya adalah  mempersiapkan psikis agar memiliki mental juara. Seandainya dirimu dinyatakan oleh tiga bit tersebut: (1) belajar keras, (2) fisik sehat dan bugar, dan (3) psikis bermental juara, maka seluruh bit tersebut harus bernilai satu. Hasilnya jelas, nilai mata kuliah yang memuaskan dan memenuhi keinginanmu. Jika salah satu bit tersebut bernilai nol, dipastikan bahwa nilai mata kuliahmu tidak sesuai harapanmu. Seringkali jumlah bit yang terlibat untuk menentukan nilai mata kuliah lebih dari tiga dan cenderung dalam realitas sangat banyak.

Hanya karunia Tuhan, ketiga bit itu bernilai satu. Juga kehendakNya, ketiga bit itu dapat bernilai nol. Yang paling penting bagi kita adalah usaha-usaha kita agar bit-bit tersebut bernilai satu. Jika kalian telah menjalani seluruhnya dan hasil di transkrip kalian masih tetap tidak straight A, maka tidak usah takut. Biarlah  kalian memiliki prestasi akademis bagai Sisir Dirac yang gigi-giginya terpancung tidak rata dengan spektral yang lengkap dari C atau D hingga A atau AB, tetapi kalian memiliki kemuliaan: nilai-nilai yang diperoleh bebas sontekan. Kemuliaan ini akan mengangkat diri kalian menjadi mulia kelak di dalam kehidupan yang kalian akan jalani sesungguhnya dan sesudahnya.

Jumat, 01 April 2011

Evolusi Devais MOSFET Menjadi NW/GNR FET


Makalah Undangan di Seminar Instrumentasi Berbasis Fisika (Institut Teknologi Bandung, 22 Desember 2010)

Evolusi Devais MOSFET Menjadi NW/GNR FET dengan Kanal Nanokawat/Nanopita Grafena untuk Kinerja yang Lebih Tinggi


1Khairurrijal, 1Mikrajuddin Abdullah, 1Fatimah A. Noor, 1Maman Budiman, dan 2Mitra Djamal
1KK Fisika Material Elektronik,
2KK Fisika Teoretik Energi Tinggi dan Instrumentasi,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Teknologi Bandung
Jalan Ganesa 10, Bandung 40132
1E-mail: krijal@fi.itb.ac.id

Abstrak
Makalah ini mereview evolusi MOSFET yang semula berbentuk planar dan berbasis silikon. Ukuran MOSFET harus diciutkan untuk memenuhi permintaan sistem-sistem yang semakin murah, kecil, dan cepat. Devais MOSFET telah memasuki babak nanoteknologi sejak tahun 2000 karena panjang gerbangnya sudah menciut menjadi 100 nm. Geometri dan material alternatif  untuk MOSFET diusulkan agar penciutan dapat terus berlangsung. Dua geometri alternatif yang telah diteliti yaitu NW FET dan NW VSGFET yang menggunakan nanokawat horizontal dan vertikal, secara berurutan. Material semikonduktor untuk kanal nanokawat juga sudah beragam di antaranya paduan silikon dan germanium serta paduan III-V seperti GaN dan InAs di samping silikon. Kehadiran grafena telah mewujudkan devais GNR FET. Kesemua geometri dan material alternatif tersebut ditujukan untuk menghasilkan MOSFET dengan kinerja yang lebih tinggi dari sebelumnya.

Kata kunci: MOSFET, NW FET, NW VSGFET, grafena, silikon, III-V, nanokawat

Abstract
This paper gives a review of MOSFET evolution starting from a planar structure and silicon material. The size of MOSFET must be scaled down to fulfill the needs of cheaper, smaller, and faster systems.  MOSFET devices have then entered the nanotechnology phase since 2000 because their gate length have been reduced to be 100 nm. Alternative geometries and materials for MOSFETs are proposed for continuing the downscaling process. Two alternative geometries that have been investigated i.e. NW FET and NW VSGFET use horizontal and vertical nanowires, respectively, as their channels. Semiconductor materials for the nanowire channels also vary, including silicon, silicon-germanium alloys, as well as III-V alloys such as GaN and InAs. The presence of graphene, which has been very recently discovered, has realized GNR FET devices. All of the alternative geometries and materials are for the purpose of obtaining MOSFETs with higher performances.

Keywords: MOSFET, NW FET, NW VSGFET, graphene, silicon, III-V, nanowire

1. Pendahuluan

Devais mikroelektronik telah menransformasi dunia yang kita huni ini dalam empat puluh tahun terakhir. Rangkaian terintegrasi (integrated circuit=IC) yang dibangun oleh devais MOSFET (metal-oxide-semiconductor field-effect transistor) ada di manapun. Mulai dari telepon genggam hingga satelit, dari mobil hingga pesawat ulang alik, bahkan mainan anak-anak sekalipun tidak terlepas dari IC. Penciutan ukuran devais MOSFET yang menghasilkan sistem-sistem yang lebih murah, kecil, dan cepat telah memungkinkan beragam IC terus menembus apapun dalam kehidupan kita. Walaupun demikian, dahaga akan sistem-sistem yang semakin murah, kecil, dan cepat masih belum terpenuhi.
Penciutan ukuran tersebut telah memasuki babak nanoteknologi ketika panjang gerbang MOSFET telah menciut menjadi sekira 100 nm di tahun 2000. Penciutan tersebut terus terjadi hingga diprediksi akan mencapai sekira 10 nm di dekade berikutnya. Sangat  disadari bahwa penciutan akan segera mencapai batas fisik fundamental yang tak mungkin lagi dilampaui yaitu dimensi atomik yang hanya sekira 1 hingga 2 angstrom atau 0,1 hingga 0,2 nm. Penciutan yang telah mencapai batas fisik fundamental dialami oleh oksida gerbang SiO2, yang ketebalannya yang tak dapat kurang dari sekira 0,7 nm. Oksida gerbang SiO2 telah digantikan oleh tumpukan (stack) SiO2/dielektrik dengan tetapan dielektrik (K) tinggi seperti HfO2. Di tahun 2007, perusahaan Intel telah merilis pertama kali prosesor Intel ® CoreTM2 Duo yang menggunakan technology node 45 nm. Devais MOSFET di dalam prosesor tersebut berbasis tumpukan SiO2/HfO2 dengan panjang gerbang MOSFET sekira 20 nm.
Ada berbagai upaya yang sedang dilakukan oleh para peneliti di seluruh dunia untuk terus meningkatkan kinerja devais MOSFET sehingga dapat memenuhi keperluan semakin murah, kecil, dan cepat  serta melepaskan diri dari masalah yang dihadapi dengan penciutan ukuran tersebut. Makalah ini mereview penciutan ukuran serta rekayasa geometri dan material kanal MOSFET. Berbagai geometri MOSFET yang menggunakan kanal nanokawat (nanowire= NW), yang seringkali disebut sebagai NW MOSFET atau NW FET saja, akan dipaparkan. Secara khusus, MOSFET berkanal nanopita grafena (graphene nanoribbon=GNR) akan diberikan setelah penemuan grafena di tahun 2004.

2. Penciutan Ukuran MOSFET

Sebuah struktur transistor baru yang kemudian disebut sebagai MOSFET (metal-oxide-semiconductor field-effect transistor) ditemukan di awal tahun 1960 oleh Kahng dan Atalla dari Bell Labs [1]. Transistor ini kemudian menjadi pesaing utama dari BJT (bipolar junction transistor), transistor yang ditemukan lebih dulu, karena kemudahannya diintegrasikan di atas keping (chip) silikon menjadi rangkaian terintegrasi (integrated circuit=IC). Di tahun 1965, Gordon Moore, Direktur R&D Fairchild, menulis sebuah artikel tentang evolusi yang mungkin dari rangkaian terintegrasi [2]. Dari pengalamannya dan kemampuan industri membuat devais elektronika lebih kecil, ia meramalkan bahwa jumlah transistor di dalam sebuah chip akan bertambah sekira dua kali setiap dua puluh empat bulan. Sejak itu, pernyataan ini menjadi panduan bagi industri semikonduktor dan seringkali disebut sebagai hukum Moore. Lebih jauh dari ini, hukum Moore telah menjadi model bisnis bagi industri semikonduktor itu sendiri. 
Di tahun 1972 Dennard dan Gaensslen [3] dari IBM mengembangkan teori penciutan MOSFET berbasis silikon. Mereka mendapati bahwa jika kuat medan listrik dari gerbang MOSFET dijaga konstan, reduksi dimensi linear MOSFET menjadi setengah semula mengakibatkan tegangan dan arus turun menjadi setengah dari semula dari semula serta daya direduksi menjadi seperempatnya. Ini berarti kerapatan transistor naik menjadi 4 kali lipat dan frekuensi kerja lebih  tinggi 2 kali semula (namun konsentrasi dadah (dopant) juga naik 2 kali semula agar transistor bekerja) [4]. Untuk kemudahan reduksi dimensi lebih lanjut, sebuah teori penciutan MOSFET silikon yang lebih umum telah diusulkan [5] seperti dijelaskan dalam Gambar 1. Dengan pengembangan penciutan tersebut, teknologi CMOS (complementary MOS) berbasis silikon, yang dibangun dari MOSFET kanal-p dan –n untuk membuat sebuah gerbang logika digital dan kemudian menjadi basis elektronika digital sekarang, berkembang pesat terutama oleh kemajuan teknologi proses yang memungkinkan reduksi ukuran dan bukan karena desain devais. Dengan kemajuan tersebut, ukuran devais terus mengecil yang menyebabkan kerapatan devais dalam satu chip terus meningkat dan kecepatan devais terus bertambah serta konsumsi daya terus berkurang.
Gambar 1. Penciutan MOSFET dengan skala penciutan l. Tegangan di gerbang dan drain adalah VG dan VDD, secara berurutan. Ketebalan oksida adalah Tox, panjang gerbang Lg, dan kedalaman sambungan xj.
Mungkinkah devais MOSFET dapat terus diciutkan? Tentu saja mungkin hingga ukuran atom dan molekul yang merupakan batas fisik yang tak dapat dilewati lagi. Sayangnya, sebelum mencapai dimensi atom tunggal, penciutan devais MOSFET silikon sudah menghadapi beberapa masalah seperti efek kanal pendek (short-channel effect=SCE), reduksi ketebalan oksida gerbang, dan peningkatan daya stand-by karena reduksi ketebalan oksida gerbang tersebut [6]. Reduksi ketebalan oksida SiO2 hingga minimum 0,7 nm (ketebalan sekira 4-5 atom) agar tetap berfungsi sebagai insulator [7,8] dan juga daya stand-by yang meningkat pesat [9-11] diatasi dengan menggunakan tumpukan (stack) SiO2 dan oksida dengan tetapan dielektrik tinggi [12-17]. Devais MOSFET ini kemudian dikenal dengan MOSFET K (tetapan dielektrik)-tinggi untuk membedakannya dengan MOSFET sebelumnya yang hanya menggunakan oksida SiO2. Penciutan lebih lanjut atas MOSFET konvensional tersebut dengan tetap menjaga konsumsi daya mengarahkan kita mencari geometri atau material alternatif untuk kanal MOSFET [18,19].
Untuk mengatasi masalah-masalah karena penciutan tersebut, rekayasa geometri MOSFET silikon dilakukan. Penggunaan tumpukan SiO2/dielektrik K-tinggi menggantikan SiO2 untuk menekan daya stand-by. Penanggulangan masalah SCE (efek kanal pendek) dilakukan dengan merekayasa geometri kanalnya. Salah satu geometri kanal yang menjanjikan adalah nanokawat (nanowire) silikon. Kanal MOSFET konvensional yang berbentuk planar (bidang) seperti ditunjukkan dalam Gambar 2 digantikan dengan nanokawat. MOSFET dengan kanal berupa nanokawat semikonduktor tersebut dinamakan MOSFET nanokawat (nanowire MOSFET=NW MOSFET) atau sering disingkat saja sebagai FET nanokawat (nanowire FET=NW FET). Untuk kanal dengan nanokawat silikon (Si) seringkali disingkat dengan SNW MOSFET/FET (silicon nanowire MOSFET/FET) [20-22].
Gambar 2. MOSFET konvensional dengan geometri bidang.
Dari sudut pandang sintesis, ada tiga faktor kunci mengapa riset tentang nanokawat sangat hangat saat ini. Alasan pertama adalah karena produksi massal semikonduktor nanokawat dimungkinkan dan sifat-sifat elektroniknya tetap tak berubah (reproducible) sehingga cocok untuk sistem VLSI (very large scale integrated circuit) [23-25]. Alasan kedua, material nanokawat yang diproduksi secara bottom-up ini memiliki ukuran yang terkontrol baik sekurang-kurangnya satu dimensi devais kritis, yaitu lebar kanal yang berada pada atau bahkan di luar batas litografi, sebuah metoda yang sangat penting dalam nanofabrikasi top-down [26]. Lagi pula, struktur kristalin dan permukaan mulus bersama-sama dengan kemampuan untuk menghasilkan heterostruktur radial dan aksial dapat mengurangi hamburan dan menghasilkan mobilitas pembawa muatan lebih tinggi dibandingkan dengan sampel yang dibuat nanofabrikasi lain dengan ukuran sama [27,28]. Alasan ketiga, integritas kelistrikan elektronika berbasis nanokawat dapat dijaga meskipun panjang gerbang devais FET terus diperpendek karena tebal (diameter) badan nanokawat dapat dikontrol dengan baik hingga di bawah 10 nm [29]. Ini adalah suatu hal yang sukar dicapai oleh MOSFET konvensional. Di sisi lain, dari sudut pandang devais, nanokawat silikon memberikan gerbang yang melingkupi nanokawat tersebut sehingga efek SCE dapat ditekan [30-32].
Gambar 3. Skema SNW FET dengan beberapa konfigurasi. (a) gerbang belakang (back gate), (b) gerbang atas setengah silinder (semicylindrical top gate), dan (c) gerbang silinder penuh (cylindrical gate-all-around) [6].
Tiga konfigurasi dasar yang mungkin bagi SNW FET diberikan dalam Gambar 3 [6]. Gambar 3.(a) adalah SNW FET dengan gerbang di belakang (back gate) yang memiliki urutan komponen dari bawah ke atas: gerbang (G), lapisan oksida planar, dan nanokawat silikon (Si). Dengan memberikan elektroda sumber (S) dan drain (D) di kedua ujung nanokawat Si tersebut, maka nanokawat Si tersebut berfungsi sebagai kanal. SNW FET dengan gerbang atas setengah silinder (semicylindrical top gate) seperti ditunjukkan dalam Gambar 3.(b) memiliki urutan komponen dari bawah ke atas: lapisan oksida planar, nanokawat Si, lapisan oksida yang menyelimuti setengah lingkaran nanokawat Si tersebut, dan lapisan elektroda gerbang (G) setengah lingkaran yang menyelimuti lapisan oksida setengah lingkaran tersebut. Elektroda sumber (S) dan elektroda drain (D) diberikan di kedua ujung kanal nanokawat Si tersebut. Yang terakhir, Gambar 3.(c) adalah SNW FET dengan gerbang atas silinder penuh (cylindrical gate-all-around). Strukturnya sama dengan yang diberikan dalam Gambar 3.(b) hanya saja lapisan oksida dan gerbangnya menyelimuti lingkaran penuh nanokawat Si tersebut. Gambar 4 dan 5 adalah wujud nyata devais SNW FET tersebut [21,33].
Gambar 4. (a) Skematik SNW FET yang menunjukkan elektroda sumber (S) dan drain (D) dengan nanokawat Si yang kontak pada permukaan SiO2. (inset) citra HR TEM nanokawat Si dengan diameter 5 nm. (b) Citra SEM SNW FET; panjang batang skala adalah 500 nm [21].
Gambar 5. (a) Skematik SNW FET dengan HfO2/SiO2 sebagai dielektrik gerbang dan (b) citra SEM SNW FETs dengan tumpang-tindih gerbang-sumber/drain 1μm [33].
Di samping nanokawat Si yang rebah di atas suatu bidang seperti dijelaskan sebelumnya, nanokawat Si dapat juga berdiri tegak seperti pilar-pilar. Landasan pilar-pilar nanokawat Si tersebut berfungsi sebagai drain (D). Dengan mengoksidasi sebagian sekeliling pilar nanokawat Si sehingga diperoleh oksida SiO2 dan kemudian membalut oksida tersebut dengan gerbang (G). Di ujung atas pilar nanokawat Si tersebut berfungsi sebagai elektroda sumber (S). Devais yang diperoleh disebut sebagai SNW VSGFET (silicon nanowire vertical surround-gate field-effect transistor) [34,35] seperti diberikan oleh skematik dalam Gambar 6. Salah satu wujud devais ini telah dibuat oleh [36] seperti diperlihatkan dalam Gambar 7.
Gambar 6. Skematik dari MOSFET kanal-p konvensional (kiri) dan SNW VSGFET (silicon nanowire vertical surround-gate field-effect transistor) [35].
Gambar 7. Contoh sebuah SNW VSGFET. Nanokawat Si berdiameter 60 nm diselubungi oleh SiO2 setebal 25 nm (kiri). Nanokawat Si/selubung SiO2 yang dibungkus dengan gerbang Al (tengah). Skematik SNW VSGFET dengan panjang gerbang LG (kanan) [36].
3. Rekayasa Material Kanal MOSFET
Selain dengan melakukan rekayasa geometrinya, usaha-usaha yang dilakukan untuk menanggulangi masalah penciutan MOSFET tersebut dan sekaligus meningkatkan kecepatannya adalah dengan memadukan rekayasa geometri MOSFET dan material kanalnya. Dari bagian sebelumnya telah ditunjukkan devais geometri baru berbasis silikon seperti SNW FET dengan nanokawat Si horizontal dan SNW VSGFET yang menggunakan nanokawat Si vertikal. Ini secara tidak langsung mengatakan bahwa nanokawat semikonduktor selain Si dapat digunakan untuk membuat NW FET atau NW VSGFET. Beberapa material yang sudah terbukti dapat meningkatkan kecepatan devais, karena mobilitas material tersebut tinggi, adalah SiGe dan semikonduktor paduan III-V seperti GaN, GaP, GaAs, InN, InP, dan InAs tentu dapat dimanfaatkan dalam NW FET maupun NW VSGFET.   
Devais NW FET dengan nanokawat yang terdiri dari kulit Si dan inti Ge, disingkat kulit/inti Si/Ge, telah direalisasikan dalam eksperimen [37]. Nanokawat Si/Ge seperti ditunjukkan dalam Gambar 8.(a) dibuat untuk membentuk gas lubang (hole) di dalam sumur kuantum inti Ge yang dikurung oleh kulit Si (Gambar 8.(b)). Gambar 8.(c) memberikan diagram skematik NWFET dengan elektroda sumber dan drain dari logam Ni serta gerbang Au. Kanalnya terbuat dari nanokawat Si/Ge dan oksidanya adalah ZrO2. Tampak atas devais tersebut diperoleh dengan SEM seperti diperlihatkan dalam Gambar 8.(d). Gerbang (G) bertumpang tindih dengan elektroda sumber (S) dan drain (D). Nanokawat Si/Ge terlihat melintang dari elektroda S ke D. Gambar 8.(e) memberikan citra TEM dari penampang lintang devais tersebut. Dengan menggunakan batang skala yang panjangnya 10 nm, terlihat bahwa nanokawat Si/Ge dalam devais NW FET tersebut memiliki diameter sekira 15 nm. Nanokawat dengan material campuran Si dan Ge (paduan SiGe) juga telah digunakan sebagai kanal dalam NW FET [38-40]. Gambaran lebih lengkap tentang sintesis serta sifat-sifat listrik dan mekanik dari nanokawat Si dan Ge diberikan dalam Ref. [41].
Gambar 8. NW FET dengan nanokawat kulit/inti Si/Ge. (a) Skematik nanokawat kulit/inti Si/Ge. (b) Diagram penampang lintang  nanokawat yang menunjukkan profil potensialnya (c) Skematik devais NW FET. (d) Citra SEM tampak atas devais NW FET dengan gerbang (G) bertumpang tindih dengan elektroda sumber (S)/drain (D). Panjang batang skala adalah 500 nm. (e) Citra TEM dari penampang lintang devais NW FET dengan ZrO2 7 nm. Garis-garis titik adalah panduan bagi mata yang menunjukkan batas antara dua material. Panjang batang skala adalah 10 nm [37].
Dalam rangka merealisasikan NW FET yang dapat bekerja dalam frekuensi  radio, beberapa hasil mutakhir telah dilaporkan. Gambar 9.(a) memberikan NW FET dengan kanal nanokawat GaN [42]. Oksida yang digunakan adalah Ga2O3 dan panjang gerbangnya 500 nm seperti ditunjukkan dalam Gambar 9.(b). Dengan struktur dalam Gambar 9 dan panjang gerbang 200 nm, frekuensi potong (fT) setinggi 75 GHz telah dicapai seperti diperlihatkan dalam Gambar 10. Dalam inset ditunjukkan bahwa frekuensi potong (fT) menurun sejalan dengan penambahan panjang gerbang (LG). Ini secara tak langsung mengatakan bahwa peningkatan frekuensi operasi dapat diwujudkan dengan penurunan panjang gerbang. Material semikonduktor paduan III-V lain dari nanokawat yang digunakan untuk dalam frekuensi radio adalah InAs [43,44]. NW VSGFET juga telah direalisasikan dengan nanokawat InAs vertikal dengan panjang gerbang 100 nm seperti diberikan dalam Gambar 11. Dengan struktur dalam Gambar 11, frekuensi potong (fT) setinggi 5,6 GHz telah dicapai seperti diperlihatkan dalam Gambar 12.
Gambar 9. (a) Skematik NW FET dengan nanokawat GaN. (b) Tampak atas dari NW FET tersebut dengan panjang gerbang 500 nm yang diperoleh dengan menggunakan SEM [42].
Gambar 10. Penguatan (gain) sebagai fungsi frekuensi dari NW FET GaN untuk panjang gerbang 200 nm dengan VDS=4 V dan VGS=1 V [42].
Gambar 11. NW VSGFET dengan nanokawat InAs. (a) Pilar-pilar nanokawat InAs dengan dasar elektroda sumber (S) dari paduan Al dan W yang membungkus nanokawat. (b) Skematik devais; panjang gerbang 100 nm [45].
Gambar 12. Penguatan (gain) sebagai fungsi frekuensi dari NW VSGFET InAs untuk panjang gerbang 100 nm dengan VDS=0,8 V dan VGS=-0,5 V [45]
Sejak penemuan grafena (graphene) pada tahun 2004 [46] yang mewujudkan material dengan mobilitas yang sangat tinggi, devais MOSFET menggunakan kanal nanopita grafena (graphene nanoribbon= GNR) juga telah diwujudkan dalam eksperimen di laboratorium. Dengan mengikuti nomenklatur nama sebelumnya, devais ini disebut NR FET (nanoribbon FET). Khusus untuk kanal yang menggunakan GNR, devaisnya seringkali dinamakan GNR FET. Gambar 13 memberikan GNR FET; oksida yang digunakan adalah Al2O3 [47]. Terlihat di dalam Gambar 13.(a) ada 2 buah devais GNR FET dengan sebuah gerbang tunggal untuk meningkatkan arus drive dan transkonduktansinya. Di dalam Gambar 13.(b), jarak antara elektroda sumber (S) dan drain (D) adalah 500 nm dan gerbang atas menutupi celah sumber-drain dengan panjang gerbang LG 360 nm dan lebar kanal sekira 40 μm.
Gambar 13. (a) Penampang lintang skematik 2 buah devais GNR FET dengan sebuah gerbang tunggal (b) Citra SEM GNR FET; kanal antara sumber (S) dan drain (D) adalah nanopita grafena (GNR) [47].
Gambar 14 memberikan penguatan sebagai fungsi frekuensi untuk sebuah GNR FET dengan panjang gerbang 150 nm. Ditunjukkan bahwa frekuensi potong (fT) devais tersebut adalah 26 GHz. Garis putus-putus merupakan kebergantungan 1/f ideal untuk h21. Di dalam inset terlihat bahwa frekuensi potong meningkat tajam dengan penurunan panjang gerbang yang diberikan oleh hubungan fT sebanding dengan 1/LG2.
Gambar 14. Penguatan h21 sebagai fungsi frekuensi GNR FET dengan panjang gerbang 150 nm [47].
4. Ringkasan
Telah direview evolusi MOSFET yang semula berbentuk planar dan berbasis silikon. Sejalan dengan permintaan sistem-sistem yang semakin murah, kecil, dan cepat, devais MOSFET harus diciutkan ukurannya. Penciutan tidak dapat berlangsung terus karena ada batas fisik fundamental yang menghadang yaitu dimeni atomik. Sejak tahun 2000, devais MOSFET memasuki babak nanoteknologi karena panjang gerbangnya sudah menciut menjadi 100 nm. Penciutan terus berlanjut hingga oksida gerbang SiO2 mencapai batas fisik fundamentalnya yaitu sekira 0,7 nm. Agar penciutan dapat terus berlangsung, oksida gerbang SiO2 digantikan oleh tumpukan SiO2/dielektrik dengan tetapan dielektrik tinggi. Dengan kesadaran bahwa batas fisik fundamental suatu saat akan tercapai, namun tetap ingin memenuhi permintaan sistem-sistem yang semakin murah, kecil, dan cepat tersebut, geometri alternatif dan material alternatif untuk MOSFET terus dicari.
NW FET dan NW VSGFET adalah dua geometri alternatif untuk MOSFET konvensional, yang menggunakan nanokawat horizontal dan vertikal, secara berurutan. Material semikonduktor untuk kanal nanokawat pun sudah beragam selain silikon; di antaranya paduan silikon dan germanium serta paduan III-V seperti GaN dan InAs. Penemuan grafena yang memiliki mobilitas pembawa yang tinggi telah menginspirasi devais GNR FET.
5. Referensi
[1]          Kahng, D.  & Atalla, M. M., di IRE Solid-State Device Research Conference, Pittsburgh, 1960.
[2]          Moore, G., Cramming More Components onto Integrated Circuits, Electronics, vol. 38 no. 8, April 19, 1965.
[3]          Dennard, R. H., Gaensslen, F. H., Kuhn, L. & H. N. Yu, Design of Micron MOS Switching Devices, di IEEE International Electron Device Meeting, Washington, DC, 1972.
[4]          Dennard, R. H., Gaensslen, F. H., Yu, H. N., Rideout, V. L., Bassous, E. & Le Blanc, A., Design of Ion-implanted MOSFET’s with Very Small Physical Dimensions, IEEE Journal of Solid-State Circuits, vol. SC-9, hh. 556-268, 1974.
[5]          Baccarani, G., Wordeman, M. R. & Dennard, R. H., Generalized Scaling Theory and Its Application to a 1/4 Micrometer MOSFET Design, IEEE Transactions on Electron Devices, vol. ED-31, hh. 452–462, 1984.
[6]          Lu, W., Xie, P. & Lieber, C. M., Nanowire Transistor Performance Limits and Applications, IEEE Transactions of Electron Devices, vol. 55, hh. 2859-2876, 2008.
[7]          Muller, D. A., Sorsch, T., Moccio, S., Baumann, F. H., Evans-Lutterodt, K. & Timp, G., The Electronic Structure at the Atomic Scale of Ultrathin Gate Oxides, Nature, vol. 399, hh. 758-761 (1999).
[8]          Schulz, M., The End of the Road for Silicon?, Nature, vol. 399, hh. 729-730 (1999).
[9]          Khairurrijal, Mizubayashi, W., Miyazaki, S. & Hirose, M., Unified Analytic Model of Direct and Fowler-Nordheim Tunnel Currents through Ultrathin Gate Oxides, Applied Physics Letters, vol. 77, hh. 3580-3582, 2000.
[10]      Hirose, M., Mizubayashi, W., Khairurrijal, Ikeda, M., Murakami, H., Kohno, A., Shibahara, K. & Miyazaki, S., Ultrathin Gate Dielectrics for Silicon Nanodevices, Superlattices & Microstructures, vol.  27, hh. 383-393, 2000.
[11]      Khairurrijal, Mizubayashi, W., Miyazaki, S. & Hirose, M., Analytic Model of Direct Tunnel Current through Ultrathin Gate Oxides, Journal of Applied Physics, vol. 87, hh. 3000-3005, 2000.
[12]      Noor, F. A., Abdullah, M., Sukirno & Khairurrijal, Comparison of Electron Transmittances and Tunneling Currents in an Anisotropic TiNx/HfO2/SiO2/p-Si(100) Metal-Oxide-Semiconductor (MOS) Capacitor Calculated Using Exponential- and Airy-Wavefunction Approaches and a Transfer Matrix Method, Journal of Semiconductors, vol. 31, hh. 400/1-5, 2010.
[13]      Noor, F. A., Abdullah, M., Sukirno & Khairurrijal, Analysis of Electron Direct Tunneling Current through Very-Thin Gate Oxides in MOS Capacitors with the Parallel-Perpendicular Kinetic Energy Components and Anisotropic Masses, Brazilian Journal of Physics, vol. 40, hh. xx – yy, 2010, (in press).
[14]      Noor, F. A., Abdullah, M., Sukirno, Khairurrijal, Ohta, A. & Miyazaki, S., Electron and Hole Components of Tunneling Currents through an Interfacial Oxide-High-k Gate Stack in Metal-Oxide-Semiconductor Capacitors, Journal of Applied Physics, vol. 108, hh. 093711/1-4, 2010.
[15]      Noor, F. A., Darma, Y., Abdullah, M. & Khairurrijal, The Effect of Electron Incident Angle on Transmittance and Tunneling Current in an Anisotropic Metal-Oxide-Semiconductor Capacitor with High-K Dielectric Gate Stack, di American Institute of Physics (AIP) Conference Proceedings, vol. 1325, hh. 206-209, 2010.
[16]      Noor, F. A., Abdullah, M., Sukirno & Khairurrijal, Simulation of Electron Transmittance and Tunneling Current in a Metal-Oxide-Semiconductor Capacitor with a High-K Dielectric Stack of HfO2 and SiO2 Using Exponential- and Airy-Wavefunction Approaches and a Transfer Matrix Method, Indonesian Journal of Physics, vol. 20, hh. 27-32, 2009.
[17]      Khairurrijal, Noor, F. A., Abdullah, M.,  Sukirno & Miyazaki, S., Theoretical Study on Leakage Current in MOS with High-K Dielectric Stack: Effects of In-plane-Longitudinal Kinetic Energy Coupling and Anisotropic Masses, Transactions of Materials Research Society of Japan, vol. 34, hh. 291-295, 2009.
[18]      Ieong, M., Doris, B., Kedzierski, J., Rim, K. & Yang, M., Silicon Device Scaling to the Sub-10-nm Regime, Science, vol. 306, hh. 2057-2060, 2004.
[19]      Service, R. F., Is Silicon’s Reign Nearing Its End?, Science, vol. 323, hh. 1000-1002, 2009. 
[20]      International Technology Roadmap for Semiconductors (ITRS) – 2009 Edition. Situs:    http://www.itrs.net/links/2009ITRS/Home2009.htm (diakses 29 Nopember 2010);
[21]      Cui, Y., Zhong, Z., Wang, D., Wang, W. U., Lieber, C. M., High Performance Silicon Nanowire Field Effect Transistors, Nano Letters, vol. 3, hh. 149-152, 2003.
[22]      Duan, X. Niu, C., Sahi, V., Chen, J., Parce, J. W., Empedocles, S. & Goldman, J. L., High-performance Thin-film Transistors Using Semiconductor Nanowires and Nanoribbons, Nature, vol. 425 no. 6955, hh. 274-278, 2003.
[23]      Lieber, C. M. & Wang, Z. L., Functional Nanowires, MRS Bulletin, vol. 32, hh. 99–108, 2007.
[24]      Lu, W. & Lieber, C. M., Semiconductor Nanowires, Journal of Physics D: Applied Physics, vol. 39, hh. R387–R406, 2006.
[25]      Morales, A. M. & Lieber, C. M., A Laser Ablation Method for the Synthesis of Crystalline Semiconductor Nanowires, Science, vol. 279 (5348), hh. 208–211, 1998.
[26]      Gates, B. D., Xu, Q., Stewart, M., Ryan, D., Willson, C. G. & Whitesides, G. M., New Approaches to Nanofabrication: Molding, Printing, and Other Techniques, Chemical Reviews, vol. 105, hh. 1171-1196, 2005.
[27]      Lu, W., Xiang, J., Timko, B. P., Wu, Y. & Lieber, C. M., One Dimensional Hole Gas in Germanium/Silicon Nanowire Heterostructures, Proceedings of National Academy of Sciences (USA), vol. 102, hh. 10 046–10 051, 2005.
[28]      Xiang, J., Lu, W., Hu, Y., Wu, Y., Yan, H. & Lieber, C. M., Ge/Si Nanowire Heterostructures as High-performance Field-effect Transistors,” Nature, vol. 441 no. 7092, hh. 489–493, 2006.
[29]      Wu, Y., Cui, Y., Huynh, L., Barrelet, C. J., Bell, D. C. & Lieber, C. M., Controlled Growth and Structures of Molecular-scale Silicon Nanowires, Nano Letters, vol. 4, hh. 433–436, 2004.
[30]      Iwai, H., Natori, K., Kakushima, K., Ahmet, P., Shiraishi, K., Iwata, J., Oshiyama, A., Yamada, K. & Ohmori, K., Si Nanowire Device and its Modeling, SISPAD 2010, hh. 63-66, 2010.
[31]      Saito, T., Saraya, T. Inukai, T., Majimi, H., Nangumo, T. & Hiramoto, T., Suppression of Short Channel Effect in Triangular Parallel Wire Channel MOSFETs, IEICE Transactions on Electronics, vol. E85-C no. 5, hh. 1073–1080, 2002.
[32]      Yu, B., Chang, L., Ahmed, S., Wang, H.., Bell, S., Yang, C. Y., Tabery, C., Ho, C., Xiang, Q., King, T. J., Bokor, J., Hu, C., Lin, M. R. & Kyser, D., FinFET Scaling to 10 nm Gate Length, di IEDM Technical Digests, hh. 251–254, 2002.
[33]      Li, Q., Zhu, X., Yang, Y., Ioannou, D. E., Xiong, H. D., Suehle, J. S. & Richter, C. A., Design, Fabrication and Characterization of High-Performance Silicon Nanowire Transistors, di 8th IEEE Conference on Nanotechnology (NANO '08), Arlington, 18-21 Agustus 2008, hh. 526-529, 2008.
[34]      Goldberger, J., Hochbaum, A. I., Fan, R. & Yang, P., Silicon Vertically Integrated Nanowire Field Effect Transistors, Nano Letters, vol. 6 no. 5, hh.973-977, 2006.
[35]      Schmidt, V., Riel, H., Senz, S., Karg, S., Riess, W. & Gösele, U., Realization of a Silicon Nanowire Vertical Surround-Gate Field-Effect Transistor, Small, vol. 2 no. 1, hh. 85-88, 2006.
[36]      Björk, M. T., Hayden, O., Schmid, H., Riel, H. & Riess, W., Vertical Surround Gated Silicon Nanowire Impact Ionization Field-effect Transistors, Applied Physics Letters, vol. 90, hh. 142110-1/3, 2007.
[37]      Xiang, J., Lu, W., Hu, Y., Wu, Y., Yan, H. & Lieber, C. M., Ge/Si Nanowire Heterostructures as High Performance Field-effect Transistors, Nature, vol. 441, hh. 489-493, 2006.
[38]      Fang, W. W. Singh, N., Bera, L. K., Nguyen, H. S., Rustagi, S. C., Lo, G. Q., Balasubramanian, N. & Kwong, D.-L., Vertically Stacked SiGe Nanowire Array Channel CMOS Transistors, IEEE Electron Device Letters, vol. 28 no. 3, hh. 211-213, 2007.
[39]      Jiang, Y.,   Singh, N.,   Liow, T. Y.,   Loh, W. Y.,   Balakumar, S.,   Hoe, K. M.,   Tung, C. H.,   Bliznetsov, V.,   Rustagi, S. C.,   Lo, G. Q.,   Chan, D. S. H. & Kwong, D. L., Ge-Rich (70%) SiGe Nanowire MOSFET Fabricated Using Pattern-Dependent Ge-Condensation Technique. IEEE Electron Device Letters, vol. 29 no.6, hh. 595-598, 2008.
[40]      Qi, C., Rangineni, Y., Goncher, G., Solanki, R., Langworthy, K. & Jordan, J., SiGe Nanowire Field Effect Transistors, Journal of Nanoscience and Nanotechnology, vol. 8 no. 1, hh. 457-460, 2008.
[41]      Wu, X., Kulkarni, J. S., Collins,G., Petkov, N., Almecija, D., Boland, J. J., Erts, D. & Holmes, J. D., Synthesis and Electrical and Mechanical Properties of Silicon and Germanium Nanowires, Chemistry of Materials, vol. 20, hh. 5954–5967, 2008.
[42]      Yu, J-W., Wu, Y-R., Huang, J-J. & Peng, L-H., 75GHz Ga2O3/GaN Single Nanowire Metal-Oxide-Semiconductor Field-effect Transistors, di Compound Semiconductor Integrated Circuit Symposium (CSICS), (Monterey, 3-6 Oktober 2010), hh. 1-4, 2010.
[43]      Prost, W. & Tegude, F. J., Fabrication and RF Performance of InAs Nanowire FET, di Device Research Conference (DRC), 21-23 Juni 2010, hh. 279-282, 2010.
[44]      Takahashi, T., Takei, K., Adabi, E., Fan, Z., Niknejad, A. M. & Javey, A., Parallel Array InAs Nanowire Transistors for Mechanically Bendable, Ultrahigh Frequency Electronics”, ACS Nano, vol. 4, hh. 5855-5860, 2010.
[45]      Egard, M., Johansson, S., Johansson,  A.-C., Persson, K.-M., Dey, A. W., Borg, B. M., Thelander, C., Wernersson, L.-E. & Lind, E., Vertical InAs Nanowire Wrap Gate Transistors with ft > 7 GHz and fmax > 20 GHz, Nano Letters, vol. 10, hh. 809-812, 2010.
[46]      Novoselov, K. S., Geim, A. K., Morozov, S. V., Jiang, D., Zhang, Y., Dubonos, S. V., Grigorieva, I. V. & Firsov, A. A., Electric Field Effect in Atomically Thin Carbon Films, Science, vol. 306 no. 5696, hh. 666-669, 2004.
[47]      Lin, Y-M., Jenkins, K. A., Valdes-Garcia, A., Small, J. P., Farmer, D. B. & Avouris, Ph., Operation of Graphene Transistors at Gigahertz Frequencies, Nano Letters, vol. 9 no. 1, hh. 422-426, 2009.