Setiap kuliah sejak tahun 2001, tak bosan aku selalu menyampaikan petuah: berbuat baiklah yang banyak agar bangsa ini maju! Kalau di Jepang, sudah biasa seorang mahasiswa pascasarjana diserahi tugas lebih dari satu topik penelitian. Mereka tekun dan bekerja keras.
Tiba saatnya tahun 2009 aku memperoleh Hibah Penelitian Publikasi Internasional dari Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Ditjen Dikti, Depdiknas. Ini kesempatanku untuk memberikan pelajaran nyata apa yang berulang kali aku katakan di dalam kelas di muka para mahasiswaku: setiap mahasiswa di Jepang memegang lebih dari satu topik penelitian, tekun, dan bekerja keras.
Adalah Thermal Fluid Engineering and Materials Processing Lab., Hiroshima University, Jepang, sebuah laboratorium terpandang di Jepang di bawah pimpinan Prof. Kikuo Okuyama. Beliau adalah salah seorang dari sekian banyak sensei yang aku hormati. Telah lama aku mengenal beliau, yakni sejak aku bersekolah di Hiroshima University tahun 1995 dan makin dekat terutama sejak teman sejawatku Prof. Wuled Lenggoro (sekarang di Tokyo University of Agriculture and Technology, Jepang) menjadi sensei di bawah beliau dan kohaiku Prof. Mikrajuddin Abdullah menjadi mahasiswanya tahun 1998.
Dengan biaya dari Hibah Penelitian tersebut berangkatlah seorang mahasiswaku ke Lab dimaksud. Dia tinggal, menjalankan kehidupan, serta berinteraksi harian selama sebulan penuh. Di pekan pertama hidup di lingkungan akademik Jepang dia nampak stres karena belum diberi pekerjaan riset. Semua orang di Lab tersebut terlihat sangat sibuk tetapi dia masih menganggur. Pekan-pekan berikutnya dia mulai sibuk dan menjadi lebih enjoy. Dia sudah mulai menikmati kesibukan para mahasiswa di Lab tersebut setidaknya dari komunikasi aku dan dia via surel (surat elektronik alias e-mail) maupun chatting. Makin enjoy di pekan berikutnya seperti tercermin dari komunikasi lanjutan kami.
Tak terasa sebulan sudah dia menjalani kehidupan harian di Jepang dan pulang kembali ke Bandung. "Bagaimana menjadi mahasiswa di Jepang?", selidikku. "Malu saya pak sedikit sekali yang saya perbuat di sini dan masih belum bekerja keras. Mahasiswa di sana memegang banyak topik penelitian yang harus diselesaikan dalam skedul tenggat waktu yang ketat. Ada yang bahkan 3 hingga 5 topik sekaligus. Malu saya pak karena saya berbuat sedikit dan kurang bekerja keras".
Selasa, 16 Februari 2010
Berbuat ... Kenapa Tidak? Akhirnya Berangkat ke Italia
Tahun lalu, 2009, dua mahasiswa sarjana bimbinganku datang ke ruanganku. Seperti biasa tiap minggu rutin dia lakukan karena memang bagian wajib dari bimbingan skripsinya.
Dari sekian banyak dan panjang diskusi kami, dengan agak ragu salah seorang dari kedua mahasiswaku tersebut berkata, "Pak, saya mau aplikasi untuk Summer College di the Abdus Salam International Center for Theoretical Physics (ICTP), sebuah institusi bergengsi yang didirikan oleh Prof. Abdus Salam (alm) di Trieste, Italia dan lebih dikenal sebagai ICTP saja". Dia melanjutkan, "tapi, saya tidak berani pak karena saya hanya mahasiswa S1 dan sedikit sekali bekal ilmu yang saya miliki".
"Lho, yang memutuskan adalah ICTP. Tugasmu hanya melakukan aplikasi", komentarku cukup singkat. "Tapi saya juga belum pernah ke luar negeri", kilahnya untuk meyakinkan dirinya bahwa alasannya itu sudah benar. "Saya juga belum pernah ke luar negeri, kecuali ketika pertama kali berangkat ke luar negeri untuk sekolah lanjut tahun 1994 lalu", lanjutku mematahkan argumennya. "Kalau kamu tidak aplikasi, jelas kamu ditolak seratus persen. Bila kamu memasukkan aplikasi, maka kemungkinan diterima lima puluh persen," tambahku meyakinkan argumennya tidak benar. "Saya akan buatkan recommendation letter untuk keperluan tersebut dan saya bangga kalau kamu lolos terpilih".
"Baik kalau begitu pak; saya akan melakukan aplikasi", jawabnya mantap pertanda dia menyadari ketidakjelasan alasan-alasannya. Selang beberapa bulan, "alhamdulillah pak aplikasi saya diterima dan seluruh tiket, akomodasi sedang dibereskan pihak ICTP", dia mengucap syukur.
Singkat kata, beberapa bulan berikutnya dia berangkat ke Trieste, Italia. Setelah sekian minggu mengikuti Summer College tersebut, akhirnya dia pulang kembali ke Bandung. Aku tanyakan bagaimana kesan-kesannya. "Benar-benar sangat menyenangkan", katanya tegas-lugas. Aku timpali lagi, "karena sudah melakukan aplikasi, maka kamu telah menginjakkan kaki di Italia".
Dari sekian banyak dan panjang diskusi kami, dengan agak ragu salah seorang dari kedua mahasiswaku tersebut berkata, "Pak, saya mau aplikasi untuk Summer College di the Abdus Salam International Center for Theoretical Physics (ICTP), sebuah institusi bergengsi yang didirikan oleh Prof. Abdus Salam (alm) di Trieste, Italia dan lebih dikenal sebagai ICTP saja". Dia melanjutkan, "tapi, saya tidak berani pak karena saya hanya mahasiswa S1 dan sedikit sekali bekal ilmu yang saya miliki".
"Lho, yang memutuskan adalah ICTP. Tugasmu hanya melakukan aplikasi", komentarku cukup singkat. "Tapi saya juga belum pernah ke luar negeri", kilahnya untuk meyakinkan dirinya bahwa alasannya itu sudah benar. "Saya juga belum pernah ke luar negeri, kecuali ketika pertama kali berangkat ke luar negeri untuk sekolah lanjut tahun 1994 lalu", lanjutku mematahkan argumennya. "Kalau kamu tidak aplikasi, jelas kamu ditolak seratus persen. Bila kamu memasukkan aplikasi, maka kemungkinan diterima lima puluh persen," tambahku meyakinkan argumennya tidak benar. "Saya akan buatkan recommendation letter untuk keperluan tersebut dan saya bangga kalau kamu lolos terpilih".
"Baik kalau begitu pak; saya akan melakukan aplikasi", jawabnya mantap pertanda dia menyadari ketidakjelasan alasan-alasannya. Selang beberapa bulan, "alhamdulillah pak aplikasi saya diterima dan seluruh tiket, akomodasi sedang dibereskan pihak ICTP", dia mengucap syukur.
Singkat kata, beberapa bulan berikutnya dia berangkat ke Trieste, Italia. Setelah sekian minggu mengikuti Summer College tersebut, akhirnya dia pulang kembali ke Bandung. Aku tanyakan bagaimana kesan-kesannya. "Benar-benar sangat menyenangkan", katanya tegas-lugas. Aku timpali lagi, "karena sudah melakukan aplikasi, maka kamu telah menginjakkan kaki di Italia".
Senin, 15 Februari 2010
Membangun Kemampuan Riset Nanomaterial di Indonesia
Kulit muka buku |
Buku Membangun Kemampuan Riset Nanomaterial di Indonesia (Editor: Khairurrijal & Mikrajuddin Abdullah; ISBN 978-602-95196-0-0) terbit pertama kali di bulan Maret 2009. Ia menggambarkan perjalanan riset 15 tahun terakhir di Kelompok Keahlian Fisika Material Elektronik, FMIPA, ITB, yang dibagi dalam 11 bab berikut:
Bab I. The Development of Thin Film Deposition Systems in the Laboratory for Electronic Materials Physics (LEMP) (Moehamad Barmawi) hal. 1
Bab II. Usaha Membangun Kemampuan Riset Tabung Nano-Karbon (Carbon Nanotubes): Keadaan Sekarang beserta Hasil-Hasilnya dan Rencana Mendatang (Sukirno dan Toto Winata) hal. 17
Bab III. Studi Penumbuhan Semikonduktor Paduan Berbasis Antimonat dengan Metoda Metalorganic Chemical Vapor Deposition (MOCVD) Vertikal (Euis Sustini) hal. 69
Bab IV. Titik Kuantum Galium Nitrida (GaN Quantum Dot) (Pepen Arifin) hal. 87
Bab V. Perkembangan Teknologi Sel Surya Generasi II: Keadaan Sekarang dan Kebijakan Mendatang (Sukirno, Toto Winata, dan Moehamad Barmawi) hal. 107
Bab VI. Membangun Kemampuan Riset tentang Devais NanoMOSFET: Keadaan Sekarang beserta Hasil-Hasilnya dan Rencana Mendatang (Khairurrijal dan Mikrajuddin Abdullah) hal. 129
Bab VII. Sintesis Nanomaterial (Mikrajuddin Abdullah dan Khairurrijal) hal. 159
Bab VIII. Karakterisasi Nanomaterial (Mikrajuddin Abdullah dan Khairurrijal) hal. 225
Bab IX. Divais Memori Berbasis Titik Kuantum Silikon (Yudi Darma) hal. 253
Bab X. Fisika Material Elektronik di Ambang Abad ke-21 (Moehamad Barmawi) hal. 259
Bab XI. Langkah Kecil Membangun Kemampuan Riset di Bidang Instrumentasi Analitik: Meter I-V untuk Karakterisasi Listrik Nanomaterial dan Devaisnya (Khairurrijal, Mikrajuddin Abdullah, dan Maman Budiman) hal. 277
Semoga buku ini bermanfaat bagi para periset di Indonesia dan dapat memacu kemajuan yang jauh lebih pesat untuk mencapai kemakmuran dan kesejahteraan bangsa Indonesia
Riset Nanomaterial dan Fungsionalisasinya di KK Fisika Material Elektronik, FMIPA, ITB
Kelompok Keahlian Fisika Material Elektronik, FMIPA, ITB pada awalnya bernama Laboratorium Fisika Material Elektronik di bawah pimpinan Prof. Moehamad Barmawi, Ph.D. Bermula dari yang kecil dan sederhana, riset lapisan tipis silikon amorf untuk sel surya menggunakan sistem reaktor CVD (chemical vapor deposition) dengan teknologi vakum dimulai sekitar tahun 1990. Kesuksesan kami membangun sendiri sistem reaktor CVD sebelumnya dan sistem reaktor sputtering, yang juga menggunakan teknologi vakum, untuk penumbuhan lapisan tipis superkonduktor YBCO makin meningkatkan percaya diri membangun secara mandiri sistem reaktor MOCVD (metalorganic chemical vapor deposition) yang jauh lebih kompleks untuk penumbuhan semikonduktor paduan GaN. Penumbuhan lapisan tipis feroelektrik, piroelektrik, dan superkonduktor YBCO telah diwujudkan dengan sistem reaktor PLAD (pulsed-laser ablation deposition) yang juga telah dibangun secara mandiri. Dengan sederetan pengalaman di atas, kami dapat mengatakan bahwa kami memiliki kemampuan membangun sendiri sistem reaktor apa pun untuk penumbuhan lapisan tipis yang memanfaatkan teknologi vakum.
Sejalan dengan perkembangan riset di dunia, nanomaterial menjadi topik yang hangat. Keseluruhan sistem reaktor di atas mampu menghasilkan nanomaterial seperti CNT (carbon nanotube), SNW (silicon nanowire), titik kuantum silikon (Si quantum dot), dan titik kuantum GaN (GaN quantum dot) untuk mewujudkan sel surya, sensor, memori, dan transistor.
Selain itu, riset nanomaterial dan fungsionalisasinya juga dilakukan dengan sistem reaktor tanpa teknologi vakum. Sistem reaktor tanpa teknologi vakum yang telah dikembangkan adalah sistem pemanasan sederhana (simple heating), spray pyrolysis, maupun pemintalan elektrik (electrospinning). Nanomaterial yang telah dihasilkan sangat beragam seperti: Y2O3, ZnO, ITO, CeO2, Al2O3, SiO2, TiO2, dan CNT dengan berbagai fungsinya seperti: tinta luminesens, pemancar UV, penyerap/ pemancar cahaya tampak untuk sel surya, elektrolit padat untuk sel bahan bakar (fuel cell), katalis untuk sel bahan bakar DMFC, elektroda superkapasitor maupun sel bahan bakar, dan nanokomposit.
Langganan:
Postingan (Atom)