Jumat, 30 April 2010

Kesalahan Berbahasa Indonesia

Baru saja pak Nuh, Menteri Pendidikan Nasional kita, mengumumkan bahwa nilai terendah dari mata uji di Ujian Nasional (UN) Sekolah Menengah Atas tahun 2010 adalah Bahasa Indonesia, di samping mata pelajaran Biologi. Bukankah Bahasa Indonesia adalah bahasa ibu? Logikanya, tak ada alasan mata pelajaran Bahasa Indonesia mendapat nilai rendah bahkan terendah.

Bahasa merupakan alat komunikasi dua pihak, baik tulisan maupun lisan. Agar terjadi transfer maksud atau tujuan dari tulisan maupun lisan, kaidah-kaidah bahasa yang digunakan harus disepakati kedua pihak yang berkomunikasi. Kaidah-kaidah tersebut meliput huruf, kata yang dibangun oleh  sederet huruf, kalimat yang dibentuk oleh untaian kata, serta paragraf yang dibentuk oleh rangkaian kalimat. 

Beberapa contoh kesalahan berikut sering kita temukan dalam tulisan dan kita dengar dalam lisan. Dalam tulisan, ada didepan, diatas, dibelakang, dan dibawah, yang seharusnya ditulis sebagai di depan, di atas, di belakang, dan di bawah secara berurut karena semua kata di tersebut adalah kata depan. Di sisi lain, yang semestinya ditulis sebagai dibuang, dibuat, dan dimakan karena buang, buat, dan makan adalah kata kerja tetapi dalam kenyataannya sering ditulis, secara berurut, di buang, di buat, dan di makan.

Dalam tulisan dan lisan, ada sekedar yang seharusnya sekadar. Yang seharusnya carut-marut dan pasca tetapi dalam prakteknya karut-marut dan paska. Kata-kata serapan dari bahasa asing juga tak luput dari kesalahan. Kata-kata malapraktik, malanutrisi, sukarelawan seharusnya digunakan untuk menggantikan kata-kata yang salah berikut ini, secara berurut, malpraktik, malnutrisi, relawan. Kata dasar sinergi, sinkron, populer, dan publikasi, secara berurut, menjadi kata kerja menyinergikan, menyinkronkan, memopulerkan, dan memublikasikan. Kesalahan-kesalahan lain dalam berbahasa Indonesia dapat ditemukan di blog ini.

Agar kita terhindar dari kesalahan-kesalahan berbahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) harus digunakan sebagai panduan. Pusat Bahasa, yang berada di bawah Kementrian Pendidikan Nasional, memromosikan penggunaan Bahasa Indonesia baik dan benar. Di laman Pusat Bahasa tersedia Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, Pedoman Umum Pembentukan Istilah, bahkan Layanan Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia (UKBI).

Kamis, 15 April 2010

Publikasi Internasional Dapat juga Terbit dari Pengabdian Masyarakat

Selama ini selalu dipahami bahwa publikasi internasional hanya dapat terbit dari penelitian, darma kedua perguruan tinggi. Darma pertama dan ketiga yaitu pendidikan/pengajaran dan pengabdian kepada masyarakat, secara berurutan, diyakini tidak memungkinkan itu. Kami tak meyakini kedua mitos itu. Kami telah "memecahkan" mitos pertama tersebut dengan terbitnya publikasi internasional dari darma pendidikan/pengajaran seperti dijelaskan dalam artikel tulisan sebelumnya. Tinggal mitos kedua yang perlu "dipecahkan" dan kami telah buktikan. Di samping produk hasil yang diperlukan masyarakat luas, dengan usaha tambahan sedikit produk hasil tersebut dapat dipublikasikan di jurnal internasional.

Bagaimana sebenarnya proses publikasi internasional itu? Rantai proses berawal dari masalah yang akan dipecahkan atau dicari solusinya. Mata rantai berikutnya adalah riset yang dilakukan untuk memperoleh solusi baru. Tidak terlalu sulit mencari kebaruan dari solusi. Terakhir, mata rantai manuskrip yang disiapkan untuk publikasi internasional sebagai bagian dari diseminasi riset. Kebaruan dari solusi terhadap masalah yang dipadu dengan tata tulis yang baik menjamin manuskrip tersebut diterima untuk diterbitkan di jurnal internasional.



Inilah ketiga contoh pengalaman kami dalam tahun-tahun terakhir yang memecahkan mitos kedua tersebut. Sehubungan dengan meningkatnya intensitas riset di bidang nanosains dan nanoteknologi di Indonesia, ada permintaan dari masyarakat untuk menyediakan sistem produksi nanofiber untuk berbagai keperluan seperti untuk tekstil, filter, maupun biosensor. Kendala utama adalah keterbatasan biaya untuk membeli sistem electrospinning dari perusahaan seperti misalnya The Electrospinning Company. Solusi baru yang ingin diperoleh adalah membuat sistem electrospinning lebih murah yang  menghasilkan nanofiber lebih baik. Survei literatur mulai dilakukan untuk mendefinisikan solusi baru. Riset eksperimental kemudian dilakukan untuk merealisasikan sistem produksi nanofiber di bawah kurungan solusi baru tersebut. Selanjutnya, kalibrasi sistem tersebut dilakukan dan uji produksi juga dilaksanakan. Dengan kebaruan  dan hasil nanofiber yang baik tersebut, manuskrip kemudian dibuat dengan tata tulis yang baik dan di-submit ke sebuah jurnal internasional. Akhirnya, setelah proses reviewing baku dari jurnal tersebut, manuskrip tersebut diterima untuk publikasi. Inilah dua artikel atau makalah yang dimaksud: Muhammad M. Munir, Ferry Iskandar, Khairurrijal, dan Kikuo Okuyama, "High Performance Electrospinning System for Fabricating Highly Uniform Polymer Nanofibers", Review of Scientific Instruments, Vo. 80 (2009), pp. 026106/1-026106/3. (menjadi Top 20 Most Downloaded Articles di bulan Maret 2009) dan Muhammad M. Munir, Ferry Iskandar, Khairurrijal, dan Kikuo Okuyama, "A Constant Current Electrospinning System for Production of High Quality Nanofibers", Review of Scientific Instruments, Vo. 79 (2008), pp. 093904/1-093904/4. 
Hingga saat ini, sistem electrospinning tersebut telah diset di Laboratorium Sintesis dan Fungsionalisasi Nanomaterial, Kelompok Keahlian Fisika Material Elektronik, FMIPA, ITB. Kami berharap bahwa dalam waktu dekat sistem tersebut dapat diserap masyarakat luas untuk berbagai keperluan mereka terkait penggunaan nanofiber. Beberapa laboratorium di jurusan kimia dan biologi dari berbagai perguruan tinggi telah menyatakan minat mereka untuk memiliki sistem tersebut.

Berikutnya, sebagai salah satu kelompok keahlian fisika material terkemuka di tanah air, kami memiliki cukup banyak mahasiswa pascasarjana baik di program magister maupun doktor. Mereka umumnya berasal dari berbagai perguruan tinggi dari Aceh hingga Papua. Di kelompok kami, mereka terbiasa menggunakan beraneka fasilitas penelitian eksperimental yang harganya tidak murah. Setelah kembali ke perguruan tinggi asalnya, banyak dari mereka mengeluhkan ketiadaan alat ukur utama seperti I-V Meter yang digunakan untuk memperoleh kurva arus-tegangan. Kendala berikutnya bagi mereka adalah keterbatasan dana karena kecilnya hibah penelitian yang diberikan yang tak memungkinkan membeli I-V Meter tersebut dari Keithley misalnya. Solusi baru yang ingin dicari adalah membuat I-V Meter murah yang memudahkan para peneliti untuk memperoleh karakteristik arus-tegangan dari suatu material. Survei literatur mulai dilakukan untuk itu sehingga solusi baru terdefinisi. Riset eksperimental kemudian dilakukan untuk merealisasikan sistem pengukuran di bawah kurungan solusi baru tersebut. Selanjutnya, kalibrasi sistem tersebut dilakukan dan uji pengukuran juga dilaksanakan. Benchmark kinerja I-V Meter yang dibuat dan I-V Meter produk Keithley juga dilakukan dan hasilnya sama. Dengan kebaruan dan hasil benchmark tersebut, manuskrip kemudian dibuat dengan tata tulis yang baik dan di-submit ke sebuah jurnal internasional. Akhirnya, setelah proses reviewing baku dari jurnal tersebut, manuskrip tersebut diterima untuk publikasi. Inilah artikel atau makalah yang dimaksud: Khairurrijal, Mikrajuddin Abdullah, Asep Suhendi, Muhammad M. Munir, dan Arif Surachman, "A  Simple Microcontroller-based Current Electrometer made from LOG112 and C8051F006 for Measuring Current in Metal-Oxide-Semiconductor Devices", Measurement Science and Technology, Vo. 18 (2007), pp. 3019-3024. 
Hingga saat ini, I-V Meter ini digunakan di laboratorium riset material di pulau Jawa seperti: Institut Pertanian Bogor (IPB), Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Diponegoro, dan Universitas Negeri Semarang serta di Sulawesi seperti di Universitas Tadulako dan Universitas Negeri Makassar. Laboratorium Fisika Lanjut, Program Studi Fisika, FMIPA, ITB juga menggunakan I-V Meter ini untuk keperluan pembelajaran mahasiswa program sarjana.


Terakhir, adalah biasa kami melayani kursus, pelatihan, dan magang tentang mikrokontroler untuk masyarakat luas di Laboratorium Elektronika dan Instrumentasi, Program Studi Fisika, FMIPA, ITB baik dalam masa semester break maupun waktu lainnya. Lagi-lagi masalahnya: ketiadaan kit karena tidak mampu membeli dari misalnya PASCO. Solusi baru yang ingin dicari adalah kit microtrainer murah yang memudahkan peserta kursus, pelatihan, dan magang mempelajari mikrokontroler.  Mulailah dilakukan survei literatur untuk itu sehingga didapat solusi baru tersebut. Dalam batasan solusi baru tersebut, riset eksperimental kemudian dilakukan untuk merealisasikan sistem mikrokontroler tersebut. Selanjutnya, dilakukan kalibrasi sistem tersebut dan juga dilaksanakan uji setiap subsistem hingga pengukuran besaran-besaran fisis. Dengan tata tulis yang baik, manuskrip kemudian dibuat dan di-submit ke sebuah jurnal internasional. Setelah melalui proses reviewing baku dari jurnal tersebut, akhirnya manuskrip diterima untuk publikasi. Inilah artikel atau makalah yang dimaksud: Khairurrijal, Muhammad Miftahul Munir, Asep Suhendi, Hendrayana Thaha, and Maman Budiman, “An AT89S52 Microcontroller-Based Single Board Computer for Teaching an Instrumentation System Course”, Computer Applications in Engineering Education, Vol. 15 (2007), pp. 166-173.
Hingga saat ini, kit microtrainer ini digunakan di Laboratorium Elektronika dan Instrumentasi, Program Studi Fisika, FMIPA, ITB baik untuk melayani kursus, pelatihan, dan magang dari masyarakat luar maupun untuk keperluan pengajaran bagi mahasiswa sarjana maupun pascasarjana (magister). Kit microtrainer ini juga dimanfaatkan oleh Sekolah Tinggi Teknologi PLN, Jakarta dan Politeknik Negeri Sriwijaya, Palembang.

Jumat, 02 April 2010

Dari Pengajaran Terbitlah Publikasi Internasional

Telah dikenal bahwa Tridarma Perguruan Tinggi meliputi 3 komponen darma: pendidikan, penelitian, dan pengabdian pada masyarakat. Selama ini umum dipahami bahwa publikasi internasional bisa terbit dari darma penelitian saja. Selain itu, darma pendidikan di perguruan tinggi non kependidikan tidak mungkin menghasilkan publikasi internasional. Benarkah demikian? Kami tak yakin dengan itu dan ketakyakinan itu telah terbukti. Publikasi-publikasi internasional dapat terbit dari darma pendidikan di perguruan tinggi non kependidikan.

Bagaimana sebenarnya proses publikasi internasional itu? Rantai proses berawal dari masalah yang akan dipecahkan atau dicari solusinya. Mata rantai berikutnya adalah riset yang dilakukan untuk memperoleh solusi baru. Tidak terlalu sulit mencari kebaruan dari solusi. Terakhir, mata rantai manuskrip yang disiapkan untuk publikasi internasional sebagai bagian dari diseminasi riset. Kebaruan dari solusi terhadap masalah yang dipadu dengan tata tulis yang baik menjamin manuskrip tersebut diterima untuk diterbitkan di jurnal internasional.

Tiga contoh pengalaman kami dalam tahun-tahun terakhir diberikan berikut ini.  Mata kuliah Kapita Selekta Instrumentasi untuk mahasiswa sarjana Program Studi Fisika, FMIPA, ITB memiliki satu topik tentang kontrol. Untuk membantu pemahaman teori yang diberikan di kelas, hands-on experiment sangat diperlukan. Namun sayang, ada masalah: kit untuk pembelajaran kontrol tidak dimiliki. Solusinya adalah membeli kit tersebut dari Leybold Didactic  misalnya. Masalah lain timbul, yaitu mahal sehingga tidak mampu membeli. Solusi baru yang ingin dicari adalah membuat kit murah yang memudahkan pembelajaran kontrol. Survei literatur mulai dilakukan untuk itu sehingga solusi baru terdefinisi. Riset eksperimental kemudian dilakukan untuk merealisasikan sistem kontrol temperatur di bawah kurungan solusi baru tersebut. Selanjutnya, kalibrasi sistem tersebut dilakukan dan uji pengukuran juga dilaksanakan. Materi teori yang diberikan di kelas dan eksperimen disinkronisasikan. Dengan kebaruan tersebut, manuskrip kemudian dibuat dengan tata tulis yang baik dan di-submit ke sebuah jurnal internasional. Akhirnya, setelah proses reviewing baku dari jurnal tersebut, manuskrip tersebut diterima untuk publikasi. Inilah artikel atau makalah yang dimaksud: Khairurrijal, Mikrajuddin Abdullah, and Maman Budiman, “Home-Made PIC 16F877 Microcontroller-Based Temperature Control System for Learning Automatic Control”, Computer Applications in Engineering Education (2010, early view).

Di mata kuliah lain ditemukan masalah yang mirip. Adalah mata kuliah Sistem Instrumentasi untuk mahasiswa sarjana Program Studi Fisika, FMIPA, ITB yang memerlukan kit sistem pengukuran untuk membantu teori yang diajarkan di kelas. Lagi-lagi masalahnya: ketiadaan kit karena tidak mampu membeli dari misalnya PASCO. Solusi baru yang ingin dicari adalah kit murah yang memudahkan pembelajaran sistem pengukuran.  Mulailah dilakukan survei literatur untuk itu sehingga didapat solusi baru tersebut. Dalam batasan solusi baru tersebut, riset eksperimental kemudian dilakukan untuk merealisasikan sistem pengukuran tersebut. Selanjutnya, dilakukan kalibrasi sistem tersebut dan juga dilaksanakan uji pengukuran. Dengan tata tulis yang baik, manuskrip kemudian dibuat dan di-submit ke sebuah jurnal internasional. Setelah melalui proses reviewing baku dari jurnal tersebut, akhirnya manuskrip diterima untuk publikasi. Inilah artikel atau makalah yang dimaksud: Khairurrijal, Muhammad Miftahul Munir, Asep Suhendi, Hendrayana Thaha, and Maman Budiman, “An AT89S52 Microcontroller-Based Single Board Computer for Teaching an Instrumentation System Course”, Computer Applications in Engineering Education, Vol. 15 (2007), pp. 166-173.

Contoh terakhir adalah masalah pengajaran karakteristik dioda panjar mundur di mata kuliah Elektronika yang diberikan untuk mahasiswa sarjana Program Studi Fisika, FMIPA, ITB. Mahasiswa sulit mencerna besar arus bocor yang mengalir di dioda dalam keadaan panjar mundur, yang hanya dikatakan dalam kuliah mendekati nol. Di dalam praktikum yang menyertai mata kuliah tersebut, tidak ada amperemeter yang mampu menunjukkan besar arus yang akurat; apakah hanya 1 , 10, atau 100 nanoampere? Inilah masalah yang ada. Solusinya adalah mencari amperemeter yang sanggup mengukur arus yang sangat rendah misalnya dalam orde pikoampere. Pikoamperemeter yang dimaksud sebetulnya tersedia komersial dari Keithley misalnya namun harganya mahal sehingga tak mampu dibeli. Solusi baru yang ingin dicari adalah pikoamperemeter murah dan sederhana untuk mengukur arus bocor dioda. Survei literatur mula-mula dilakukan untuk itu untuk mendefinisikan solusi baru. Riset eksperimental kemudian dilakukan untuk merealisasikan sistem pikoamperemeter tersebut dalam batasan solusi baru tersebut. Selanjutnya, kalibrasi sistem tersebut dilakukan dan uji pengukuran juga dikerjakan. Karakteristik dioda panjar mundur yang dihasilkan sama dengan yang dihasilkan oleh sistem komersial. Selain itu, resistansi hingga 1 gigaohm juga dapat diperoleh dengan menggunakan pikoamperemeter tersebut. Dengan kebaruan tersebut, manuskrip kemudian dibuat dengan tata tulis yang baik dan di-submit ke sebuah jurnal internasional. Akhirnya, setelah melalui proses reviewing baku jurnal tersebut, manuskrip diterima untuk publikasi. Inilah artikel atau makalah yang dimaksud: Khairurrijal, Mikrajuddin Abdullah, Muhammad M. Munir, Arif Surachman, and Asep Suhendi, “Low Cost and User-friendly Electronic Components Characterization System for Undergraduate Students”, WSEAS Transactions on Advances in Engineering Education, Vol. 3, No. 11 (November 2006), pp. 971-976.